Pekanbaru (ANTARA News) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mengkonfirmasi kemunculan dua ekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang memang hewan ternak sapi penduduk di Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan.
"Tim kita bersama dengan Polsek sudah berada di lokasi. Dari pemeriksaan memang ditemukan jejak-jejak harimau, diperkirakan dua ekor," kata Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Riau, Mulyo Hutomo di Pekanbaru, Jumat.
Dari jejak tersebut, dia mengatakan dua ekor harimau yang muncul di Teluk Meranti tersebut diperkirakan dua ekor terdiri satu induk yang membawa anaknya. Hal itu diketahui dari perbedaan ukuran jejak, dimana jejak pertama diperkirakan harimau dewasa sementara jejak lainnya diperkirakan masih anak.
Selain melacak jejak si kucing belang tersebut, dia juga mengatakan pihaknya turut mengumpulkan keterangan dari sejumlah warga. Diantaranya adalah Ujang, sang pemilik lembu yang menjadi korban harimau tersebut.
Ujang sendiri, kata Hutomo merupakan bagian dari informan BBKSDA Riau. Dari keterangan Ujang, dia mengatakan harimau telah muncul dalam sebulan terakhir. Namun, dia terus menghilang setelah muncul ke areal pemukiman warga tersebut.
"Dari laporan dia beberapa bulan lalu juga muncul, lalu hilang. Baru kemarin informasinya dia menerkam sapi warga," ujarnya.
Lebih jauh, Hutomo memperkirakan bahwa satwa dilindungi tersebut berasal Swaka Margasatwa Kerumutan. Lokasi harimau muncul itu, kata dia hanya berjarak sekitar 1,5 kilometer dari SM Kerumutan bagian utara.
Selain itu, lokasi tersebut juga tidak jauh dari Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir. Di lokasi itu, tim gabungan BBKSDA Riau bersama TNI, Polri dan masyarakat terus berupaya melakukan pencarian Bonita, harimau betina berusia empat tahun yang menerkam dua manusia hingga tewas.
Ujang Kirai, warga Teluk Meranti yang sapi peliharaannya diterkam harimau mengatakan sebagian warga sekarang ketakutan karena ini pertama kali harimau menyerang ternak.
"Terakhir kali kejadian seperti ini tujuh tahun lalu, waktu itu harimau menyerang kambing," kata Ujang.
Ia menjelaskan, satwa belang itu menyerang seekor sapinya yang masih berusia lima bulan pada Senin (9/4) malam, sekitar pukul 22.00 WIB. Rumah Ujang Kirai di Teluk Meranti berada tak jauh dari Sungai Kerumutan dan Jalan Lintas Bono. Sungai tersebut mengarah ke Kawasan Suaka Margasatwa Kerumutan, yang menjadi habitat harimau sumatra.
Kejadian penyerangan itu disaksikan langsung oleh istri dan anak Ujang, sedangkan dirinya sedang ke luar rumah untuk membeli pulsa telepon. Istri dan anaknya mendengar teriakan sapi dan menyangka ada orang yang ingin mencuri ternak mereka. Ujang mengikat sapi-sapi mereka di kebun kelapa sawit yang berjarak 30 meter dari rumah.
"Di tengah gelap orang rumah saya terkejut ketika sinar senter menyinari mata harimau. Karena ketakutan mereka langsung lari dan menelepon saya," katanya.
Ketika tiba di rumah, Ujang langsung mengecek kondisi namun tidak menemukan apa-apa karena situasi sekeliling sangat gelap. Baru ketika matahari muncul keesokan harinya, Ujang menemukan banyak jejak-jejak harimau dan seekor sapinya terluka parah di punuk hingga sebelah kakinya.
Sapi malang tersebut terluka parah karena gigitan harimau, sehingga terpaksa disembelih. Dari bekas jejak-jejak yang ada, kuat dugaan ada dua harimau yang menyerang ternaknya.
Kasus konflik harimau sumatra (panthera tigris sumatrae) di Riau pada tahun ini mengalami peningkatan. Kasus yang paling mematikan adalah akibat harimau sumatra liar, yang diberi nama Bonita, di daerah Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir. Daerah tersebut masih dalam satu lansekap Kerumutan, yang berbatasan dengan tempat kejadian di Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan.
Bonita telah menyerang ternak dan menyerang dua warga hingga tewas. Namun, hingga kini tim BBKSDA Riau belum berhasil menangkapnya meski tim khusus bentukan badan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selama empat bulan terakhir.
Baca juga: Masyarakat Indragiri Hilir gelar ritual kemunculan Harimau Sumatera
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018