Jakarta (ANTARA News) - PT. Pertamina (Persero) menyatakan kesiapannya dievaluasi pemerintah terkait pelaksanaan penyaluran dan pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi serta kelangkaan minyak tanah akibat program konversi energi belakangan ini. "Silahkan saja dievaluasi," kata Dirut Pertamina, Ari Hernanto Soemarno, di Jakarta, Jumat. Menko Perekonomian Boediono menyatakan, pemerintah akan mengevaluasi sistem kerja Pertamina dan juga Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebagai bagian dari evaluasi pendistribusian BBM bersubsidi secara keseluruhan. Evaluasi juga termasuk pelaksanaan dan koordinasi program konversi minyak tanah ke elpiji. Pernyataan Boediono tersebut terkait kelangkaan minyak tanah akibat pelaksanaan program konversi energi belakangan ini. Menurut Ari, kelangkaan minyak tanah bersubsidi khususnya di Jakarta lebih disebabkan karena perbedaan harga. Ia juga mengatakan, sesuai Pepres No 71/2005, tanggungjawab Pertamina dalam pendistribusian minyak tanah hanya sampai depo, sedang solar dan premium memang sampai konsumen akhir. Selama tiga tahun terakhir, lanjutnya, pengawasan minyak tanah sampai konsumen akhir dilaksanakan Pertamina karena belum ada sistem distribusi selain yang dimiliki Pertamina. Ari melanjutkan, tidak mudah menjadi pelaksana "public service obligation" (PSO)B BBMB jenis tertentu. Badan usaha harus menguasai mata rantai BBM, mulai dari ketersediaan di kilang dan impor, terminal penampungan, pendistribusian dari terminal ke depo dan subdepo, kemudian ke pompa bensin. Namun demikian, lanjut Ari, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah siapa yang akan ditunjuk sebagai pelaksana PSO. "Pasalnya yang menjadi penentu dalam penunjukkan PSO memang pemerintah. Tapi, kami sebagai BUMN siap melaksanakan keputusan pemerintah," katanya. Ari juga mengatakan, Pertamina siap bersaing dalam pelaksanaan distribusi BBM bersubsidi dengan perusahaan migas lain. Tapi, Pertamina meminta ada persamaan perlakuan antara Pertamina dan pesaingnya. Ia mencontohkan, selama ini, Pertamina diharuskan menyediakan dana stok BBM selama 20 hari hingga dua miliar dolar AS. "Perusahaan lain juga harus seperti itu," katanya. Pada kesempatan itu, Ari juga mengatakan Pertamina siap menurunkan marjin penyediaan BBM bersubsidi. Namun, menurut dia, pemerintah juga harus menerima risiko penurunan marjin berupa turunnya pendapatan negara. Sebab, marjin yang diterima Pertamina dikembalikan ke negara dalam bentuk dividen. Ari menjelaskan, pada distribusi minyak tanah tahun 2006 dengan marjin 14,1 persen, Pertamina memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp3,7 triliun. Tapi, Pertamina membayar total dividen ke negara senilai Rp11,9 triliun. Dengan demikian, menurut dia, penunjukkan PSO kepada Pertamina merupakan keuntungan bagi negara. Saat ini, Pertamina memiliki 3.500 pompa bensin, 102 unit depo dan terminal, serta enam transit terminal, dan puluhan tanker yang beroperasi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007