Saya sama sekali tidak tahu peranan Irvanto. Saya tahunya setelah di sidang ini, makanya di BAP saya tidak ada keterangan Irvanto."
Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mengaku tidak mengetahui peran dari Irvanto Hendra Pambudi yang juga keponakan Setya Novanto terkait kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik.
"Saya sama sekali tidak tahu peranan Irvanto. Saya tahunya setelah di sidang ini, makanya di BAP saya tidak ada keterangan Irvanto," kata Andi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Andi menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi KTP-el dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.
Selanjutnya, Hakim Anggota Anwar mengkonfirmasi kembali kepada Andi apakah dirinya yang memerintahkan Irvanto sebagai kurir untuk mengantar uang terkait proyek KTP-el ke DPR RI.
"Tidak pernah yang mulia. Saya tidak pernah ada pertemuan dengan Pak Irvanto. Pertemuan dengan Pak Irvanto dan Pak Setya Novanto hanya setelah dia kalah, Murakabi ini kalah, Murakabi meminta pekerjaan, dan minta tolong," ungkap Andi.
Saat itu, PT Murakabi Sejahtera yang merupakan salah satu perusahaan peserta tender proyek KTP-el kalah dalam proses lelang proyek pengadaan KTP-el.
Untuk diiketahui, Irvanto juga merupakan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera.
"Tidak pernah saudara minta dia untuk mengasihkan duit ke Senayan, ke DPR," tanya Hakim Anwar kembali.
"Tidak pernah yang mulia. Saya tidak kenal orang yang lain-lain. Saya hanya kenal pada Pak SN dan Pak Chairuman Harahap yang ketemu dengan saya," ucap Andi.
PT Quadra Solution merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pelaksana proyek KTP-el yang terdiri atas Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Artha Putra.
Realisasi biaya atas pekerjaan barang yang dilakukan oleh PT Quadra Solution dalam pelaksanaan proyek KTP-el adalah Rp1,87 triliun dan mendapatkan keuntungan sejumlah Rp79,039 miliar.
Atas perbuatannya, Anang didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018