Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sependapat bahwa anggaran pendidikan merupakan yang tertinggi dalam pembelanjaan negara untuk mendorong kualitas sistem pendidikan di tanah air. "Pendidikan tetap menjadi prioritas dan mendapat subsidi paling tinggi. Karena itu, percayalah pemerintah dengan segala pikiran yang jernih dan rasional yang tinggi untuk mengelola dan menata anggaran sehingga lebih adil," kata Presiden Yudhoyono, pada silaturahmi dengan peserta Munas ke III Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) di Istana Negara Jakarta, Jumat. Didampingi antara lain Mendiknas Bambang Sudibyo, Mensesneg Hatta Rajasa, Menakertrans Erman Suparno, Presiden mengatakan setuju untuk terus meningkatkan anggaran pendidikan hingga mencapai apa yang telah diamanahkan dalam konstitusi. Berdasarkan Global Competitiveness Indeks yang dilakukan World Economic Forum tahun 2006-2007, Indonesia berada di peringkat 50 dari 125 negara, naik 19 peringkat dari periode sebelumnya. Pada periode yang sama kualitas sistem pendidikan Indonesia berada pada peringkat 23. "Semakin baik. Negara ASEAN yang di atas kita hanya Singapura dan Malaysia, sedangkan tujuh negara ASEAN lainnya berada di bawah Indonesia," kata Presiden. Untuk itu lanjut Kepala Negara, marilah prestasi itu dijadikan semangat agar bia lebih bagus lagi sehingga Indonesia memiliki kesempatan untuk bangkit. Presiden juga menginginkan dibangun hubungan tripartit antara pemerintah, institusi pendidikan, dan pasar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kualifikasi sarjana yang dibutuhkan dunia industri. "Sistem pendidikannya tolong betul-betul yang dapat dipercaya. Memilih kurikulum harus dilihat apakah yang diajarkan sudah pas dengan yang dibutuhkan masyarakat dan ekonomi kita," pesan Presiden. Menurut Presiden, terdapat sembilan pilar yang dapat digunakan mengukur daya saing sebuah bangsa, yaitu, institution, infrastructur, macro economic, health and primary education, higher education and training, market efficiency, technological readiness, businnes, dan innovation.(*)
Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007