Jakarta (ANTARA News) - Beberapa waktu lalu, ANTARA News mendapatkan kesempatan berlayar dengan kapal Rainbow Warrior seri III milik Greenpeace dari Sorong ke Raja Ampat lalu kembali lagi ke Sorong, Papua Barat.
Rainbow Warrior mempunyai catatan sejarah panjang dan berwarna. Kapal yang digunakan di garis depan kampanye Greenpeace ini sudah berlayar keliling dunia, menjadi saksi langsung terjadinya kerusakan lingkungan dan beraksi menghadapi perusakan lingkungan. Tidak hanya itu, Rainbow Warrior juga membawa misi kemanusiaan salah satunya membantu operasi penyelamatan korban Tsunami 2004 di Asia Tenggara termasuk Aceh.
Sejarah Rainbow Warrior
Kapal ini dinamai Rainbow Warrior berdasarkan ramalan suku Indian Cree dari Amerika Utara: Saat bumi sakit dan sekarat, akan ada orang-orang dari berbagai penjuru dunia bangkit seperti Ksatria Pelangi (Warriors of the Rainbow).
Perjalanan pertama dilakukan pada 29 April 1978 dari dermaga London, terdiri dari 24 awak kapal yang berasal dari 10 negara, dengan misi pertamanya menghadapi program perburuan paus komersial di Iceland.
Pada 10 Juli 1985, kapal tersebut hancur karena dibom oleh agen rahasia Prancis, satu awak kapal meninggal dunia. Kemudian digantikan generasi kedua yang berlayar selama 22 tahun. Pada 2011, kapal generasi ketiga menggantikan Rainbow Warrior seri II yang sudah dipensiunkan.
Kapal ramah lingkungan
Kapal Rainbow Warrior generasi ketiga digadang-gadang sebagai salah satu kapal paling ramah lingkungan yang didesain khusus bagi Greenpeace dengan teknologi tinggi. Kapal ini dibuat dengan hasil urun dana dari jutaan pendukung Greenpeace di seluruh dunia.
Kapal secara primer berlayar menggunakan tenaga angin. Sistem tiang kapal A-Frame setinggi 55 meter bisa membawa jauh lebih banyak layar dibanding tiang kapal konvensional dengan ukuran yang sama. Ini adalah kali pertama desain semacam itu dipasang pada kapal sebesar Rainbow Warrior. Warrior memang punya juga mesin listrik untuk membantu jika cuaca tidak mendukung, tetapi mesin ini juga dibangun dengan konsep ramah lingkungan.
"Kapal ini sudah menggunakan teknologi tinggi sehingga semua mesin jauh lebih efisien, membakar bahan bakar dengan cara yang lebih efisien daripada mesin lain, ada perangkat yang mengolah gas buang sehingga ketika harus menggunakan mesin, polusi lebih sedikit," kata Luis Fernando Vasquez, second engineer Kapal Rainbow Warrior.
Di dalam kapal bisa menyimpan hingga 59 meter kubik air hitam dan kotor, sehingga bisa memastikan tidak ada limbah yang dibuang di laut. Dilengkapi juga sistem penyaringan biologis khusus untuk membersihkan dan mendaur ulang air kotor.
"Perangkat utama kami yang membuat kapal ini lebih ramah lingkungan, salah satunya layar tentu saja. Tetapi ini adalah upaya tim, bukan hanya para mekanik, mualim, koki, kru dek, petugas medis, tetapi ini pekerjaan tim. Karena kami bekerja sama melakukan bagian kami untuk membuat ini bekerja," jelas Louis.
Skema ramah lingkungan Rainbow Warrior
1. Bentuk badan kapal yang dirancang khusus untuk efisiensi energi yang superior
2. Tiang kapal A-Frame dan layar yang dioptimalisasi untuk pelayaran efektif
3. Sistem kemudi listrik (10 knot hanya membutuhkan 300kW)
4. Penilaian lingkungan luas yang diaplikasikan pada kapal
5. Standar lingkungan tertinggi bagi seluruh mesin (IMO Tier – II)
6. Catatan kelas kapal hijau dengan pasport hijau
7. Catatan kelas perlindungan lingkungan sukarela
8. Skema penanganan gas buang, meminimalisasi emisi Nitrous Oxide (NOx) Particulate Matters (PM)
9. Skema penanganan sampah dan air kotor biologis
10. Sistem pengisian dan ventilasi terpusat bagi bahan bakar dan oli untuk mencegah tumpahan
11. Sistem pengecatan ramah lingkungan
Semua sama dan setara
Rainbow Warrior mengusung budaya egalitarian. Baik kru inti maupun orang yang ikut berlayar tidak dibedakan darimana dia berasal, umur, dan status.
"Kita disini sama-sama eksis sebagai manusia, lepas dari sekat yang selama ini kita buat untuk membeda-bedakan orang. Ada yang biasa meeting dengan presiden, tetapi di sini kita sama-sama ngepel, nyuci piring, dan nge-cat geladak kapal. Semua setara sebagai keluarga," kata Arbi Ramadhan Sudrajat, volunter dari Greenpeace Indonesia yang bertugas sebagai asisten koki.
Semua orang yang berlayar bersama Rainbow Warrior turut andil untuk merawat kapal sebagaimana rumah sendiri termasuk saat ANTARA News dan beberapa media yang ikut berlayar meskipun hanya selama tiga hari empat malam.
Para kru Rainbow Warrior memiliki peran dan tugas masing-masing, meski demikian setiap kru harus memahami persoalan isu lingkungan yang terjadi, walaupun dia adalah seorang koki atau teknisi.
"Kita sangat sering mengadakan crew meeting. Bisa jadi 2-3 hari sekali. Isinya update campaign. Tadi sehabis makan malam kita baru mengadakan pertemuan, diberi materi soal deforestasi dan pembangunan industri ekstraksi di Papua. Jadi ya, brainstorming agar kita selalu paham isu sering dilakukan," tutur Arbi.
"Pokoknya ini pengalaman yang dahsyat. Life changing pokoknya. Saya sangat banyak belajar, dan dapat kesempatan buat melihat sisi lain dari Indonesia," tambah dia yang baru pertama kali terlibat sebagai kru sukarelawan di Rainbow Warrior.
Baca juga: ARTIKEL - Mengenal Hettie Geenen, kapten Kapal Rainbow Warrior
Kehidupan di Rainbow Warrior
Rainbow Warrior bisa menampung sekitar 30 orang, setiap kamar dapat diisi oleh dua orang. Pukul 07.30, kru yang piket akan mengetok setiap kamar sebagai "morning call". Kru biasanya langsung beres-beres, sarapan dan mulai pukul 08.30 mengerjakan tugas masing-masing.
Untuk menghemat penggunaan air, kru tidak boleh boros menggunakan air saat mandi. Bahkan, standar air yang keluar hanya sampai 50 persen. Kalau ingin airnya mengucur lebih deras, ada tuas khusus. Tetapi dengan membuka tuas tersebut, kru secara sadar tahu akan boros air.
Begitu pun teknologi mesin cuci piring dan mesin cuci baju diatur dengan pemakaian air yang seminim mungkin karena air bersih di Rainbow Warrior disaring dari air laut.
Sedangkan semua produk pembersih juga bebas dari detergent dan bleach. Untuk membersihkan toilet, mereka menggunakan cuka sebagai pembersih.
"Jadi kita lebih memperhatikan hal-hal yang sebelum ini jadi kebiasaan dan kita lakukan tanpa pikir panjang," ungkap Arbi.
Soal pemilahan sampah juga ketat. Sampah dipilah ke dalam beberapa kelas sesuai dengan pengolahannya. Setiap kru harus benar-benar memperhatikan jenis sampah yang akan mereka buang, apakah itu organis, non organik, plastik, kertas, dan lainnya.
Saat kapal berlabuh di daratan, sampah yang terkumpul akan dikirim ke fasilitas pengolahan sampah, sedangkan sampah organik akan dibekukan terlebih dahulu agar tidak bau dan membusuk sebelum dibuang.
Makanan di Rainbow Warrior
Bahan makanan yang akan disajikan di Rainbow Warrior selalu berasal dari produk-produk lokal daerah setempat di mana kapal berlabuh. Hal ini untuk menjaga kelestarian lingkungan setempat lewat keseimbangan ekologis.
"Dengan hal sederhana itu, Anda sudah menghidupkan tanaman-tanaman yang tumbuh alami di sana, dan dengan melakukan itu, Anda sudah menciptakan kembali keanekaragaman hayati," kata koki Kapal Rainbow Warrior, Daniel Bravo Garibi.
Daniel akan menyulap bahan-bahan lokal menjadi hidangan yang bervariasi dan bercita rasa internasional untuk kru yang berasal dari sekitar 15 negara yang berbeda.
Hidangan yang disajikan di kapal selalu terjadwal dalam sepekan, dengan rincian lima hari makanan vegetarian, sehari makanan dari ikan, dan satu hari dari daging.
Baca juga: ARTIKEL - Daniel Bravo Garibi, lindungi bumi lewat makanan
"Di luar soal lingkungan, di sini juga ada aturan yang bisa membuat kita mengapresiasi momen kebersamaan lebih erat lagi. Kita memberlakukan larangan menggunakan HP di ruang makan pada saat makan siang dan makan malam," jelas Arbi.
Baca juga: Menteri Susi ajak anak dan cucu kunjungi kapal Rainbow Warrior
Pewarta: Monalisa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018