Tokyo (ANTARA News) - Sejumlah biro perjalanan besar di Jepang menilai perlunya pendekatan yang lebih formal dari pemerintah Indonesia untuk tetap mempertahankan citra dunia penerbangan dan pariwisata Indonesia, meskipun saat ini masih tetap baik di mata publik Negeri Sakura. Demikian kesimpulan yang diperoleh Antara dari hasil wawancara dengan dua biro perjalanan terbesar di Jepang, JTB Group dan HIS, di masing-masing kantor pusatnya di Tokyo, Jumat. Secara umum, keduanya menilai saat ini publik Jepang tidak memiliki pandangan negatif terhadap dunia penerbangan Indonesia, terutama maskapai penerbangan Garuda Indonesia, dalam soal keamanan dan keselamatan penerbangan. Namun demikian, menurut kedua pimpinan biro perjalanan yang saling bersaing itu, warga Jepang cukup mengetahui polemik yang terjadi di Indonesia, menyusul larangan terbang 51 maskapai penerbangan nasional ke wilayah Eropa. Keduanya juga memuji langkah yang ditempuh perwakilan Garuda di Tokyo yang menyambangi biro-biro perjalanan untuk menjelaskan langkah-langkah yang telah ditempuh "flag carrier" Indonesia itu, termasuk rekomendasi dari otoritas penerbangan sipil Jepang yang tetap membolehkan Garuda beroperasi. Civil Aviation Bureau (CAB) pekan lalu memeriksa kelayakan terbang pesawat GA-881, mulai dari lisensi yang dimiliki pilot dan kru, hingga standar keselamatan pesawat. Dari inspeksi "on the spot" itu diperoleh kepastian bahwa tidak ada alasan untuk melarang Garuda terbang ke Jepang. Penjelasan yang diperoleh, selanjutnya juga disampaikan ke konsumen kedua biro perjalana wisata itu, karena agen wisata di Jepang secara turun temurun juga menjadi "penasehat perjalanan", terlebih saat musim libur. Namun demikian, keduanya menilai apa yang telah dilakukan Garuda tidak cukup, karena untuk meyakinkan publik Jepang perlu ada penjelasan resmi dari pemerintah Indonesia, sama seperti sikap mereka yang amat mematuhi pemerintahnya. Penjelasan dari perwakilan Indonesia di luar negeri diperlukan, mengingat larangan Uni Eropa itu ditujukan kepada komunitas internasional. "Publik Jepang perlu hal-hal yang formal, dan apa yang disampaikan Garuda tidak cukup, dan hal itu berada di luar kewenangannya. Jadi pemerintah anda perlu juga membantu," ujar Yukio Fujimoto, General Manager JTB World Vacations Inc., salah satu anak perusahaan JTB group. Hal senada juga disampaikan Bobby A Haque, General Manager Highest International Standard (HIS), Eastern Japan Regional Sales Departemen. Menyinggung soal pengaruh larangan Uni Eropa bagi warga Jepang, keduanya menceritakan bahwa kekhawatiran tersebut tidak mengubah persepsi Jepang. "Sejauh ini respon turis Jepang ke Indonesia dan Bali, tidak ada masalah. Bahkan terjadi peningkatan jumlah turis karena datangnya musim liburan Jepang," kata Fujimoto yang pagi itu ditemani sejumlah manajer bidang wilayah Asia dan bidang perencanaan produk wisata Asia. Menyinggung soal pembatalan kunjungan ke Indonesia, Fujimoto mengakui, ada satu pasangan yang membatalkan, namun dibadingkan jumlah total keseluruhan turis yang akan berlibur ke Bali, hal itu tidak terlalu berarti. "Ada satu pasangan ini membatalkan pemesanannya setelah mendapatkan informasi dari sebuah media Jepang," ujar Fujimoto sembari menyebutkankan data-data jumlah konsumen yang mengikuti paket perjalanan ke Bali mencapai angka di atas 200 wisatwan setiap bulannya, terutama tiga bulan belakangan, termasuk booking seat Juli 2007 yang mencapai 300 kursi. Sementara itu, pihak Highest International Standard (HIS), juga senada. "Kami katakan tidak ada persoalan saat ini, baik mengenai penerbanganngannya atau juga soal destinasinya," ujar Boby, pria keturunan Bangladesh yang memperoleh permanent residen dari pemerintah Jepang itu. Ia kemudian memperlihatkan posisi Bali yang menempati urutan keempat dari destinasi favorit versi HIS tahun 2007. Dibawah Honolulu, Guam, Korea selatan. Sementara di JTB, Bali menempati peringkat kedelapan. Legal Action Lebih jauh keduanya juga menyarankan pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah hukum, agar Uni Eropa tidak bisa begitu saja mengambil sikap tanpa memikirkan konsekuensi yang lebih jauh bagi dunia pariwisata internasional. Apa yang dikemukakan Yukio Fujimoto dan Boby Haque senada dengan yang disampaikan pihak Asosiasi Biro perjalanan Jepang (Japan Association of Travel Agent - JATA). JATA sendiri tidak mengambil sikap dan lebih banyak menunggu reaksi dari angotanya serta saran yang disampaikan oleh pemerintah Jepang. "Sepanjang tidak ada larangan, maka JATA juga tidak mengambil sikap. Semuanya dikembalikan ke pemerintah,? ujar Yoshinori Katagiri Assistant General Manager International Affairs, Rabu (11/7) lalu. Sepanjang Juni 2007, jumlah penumpang yang diangkut Garuda tercatat sebanyak 14.236 orang yang berangkat dari bandara Narita dan Osaka. Sedangkan pada Juli dan Agustus, "booking seat" rata-rata mencapai 15.250 kursi. Dibandingkan pada 2006, Juli dan Agustus tercatat jumlah penumpang Jepang yang terbang dengan Garuda tercatat masing-masing 13.484 orang dan 13.877 orang. (*)
Copyright © ANTARA 2007