Tokyo (ANTARA News) - Indonesia melalui kedubesnya di Tokyo, memperoleh "bocoran" berupa paparan mengenai arah masa depan Jepang pada abad 21, yang oleh kantor perdana menteri negara Jepang sebagai Asian Gateway Initiative, yakni upaya menjadikan Jepang lebih terbuka, sekaligus pelopor pembangunan Asia. Dubes RI untuk Jepang, Jusuf Anwar, mengemukakan hal itu kepada ANTARA di Tokyo, Jumat. Undangan sosialisasi itu berasal dari kantor perdana menteri yang nampaknya sebagai upaya untuk mejelaskan arah kebijakan negara Matahari Terbit tersebut ke Indonesia. Menurut Dubes, kebijakan Jepang yang tergolong agresif itu tentu saja memiliki alasan yang kuat, yang didasari oleh berbagai pertimbangan dan perkembangan yang terjadi di Asia dan dunia. Di samping posisi Jepang sendiri yang merupakan negara termaju di Asia. Dubes juga tidak mengenyampingkan pengaruh siginifikan dari China. Pesatnya laju ekonomi China dan perkembangan regional yang justru memperluas pengaruh China di kawasan tampaknya mendorong Jepang mempercepat mengeluarkan kebijakan yang kemudian dikenal sebagai Asian Gateway Initiative. Dubes mengemukakan tiga sasaran yang ingin dicapai Jepang, yakni menyelaraskan pertumbuhan ekonomi Jepang dengan perkembangan Asia sehingga menumbuhkan kreatifitas dan mempertahankan pertumbuhan Asia. Tekad Jepang menjadi pelopor dengan berperan sebagai jembatan terhadap proses pembangunan Asia. "Dan pada saat yang bersamaan Jepang juga ingin menjadi 'beautiful country', dengan membuat negaranya semakin menarik, dipercaya dan juga terhormat," ujarnya, Menjawab pertanyaan mengenai pengaruhnya bagi Indonesia, mantan menteri keuangan itu mengatakan bahwa Indonesia akan berhadapan dengan lebih terbukanya Jepang, sehingga harus memanfaatkan sebaik-baiknya. Tidak saja di bidang investasi, namun juga bagi bidang lainnya seperti pendidikan, tenaga kerja dan lain sebagainya. "Jepang nanti tidak saja menjadi lebih terbuka secara fisik, namun juga memperbesar kemungkinan alih teknologi. Hal itu dimungkinkan dengan terciptanya akses informasi yang besar," ujar Jusuf Anwar. Di sisi Jepang sendiri, ujarnya, melalui kebijakan baru itu tentu saja akan menimbulkan manfaat yang tidak kecil bagi Jepang, dan akan merambah ke berbagai bidang lain di seluruh Jepang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Namun demikian, dalam pandangan Dubes, kebijakan tersebut belum tentu berjalan mulus, karena membutuhkan perubahan yang fundamental dari sudut peraturan perundang-undangan Jepang, seperti ketentuan di bidang pendidikan, transportasi, ketenagakerjaan, kesejahteraan dan lain sebagainya. Dokumen penjelasan Berdasarkan dokumen yang diperoleh ANTARA, inisiatif Jepang itu terbangun atas sejumlah prediksi dan kondisi objektif yang melatarbelakangi arah kebijakan masa depan Jepang. Dari situlah kemudian pemerintah pimpinan PM Shinzo Abe membangun dasar filosofinya. Bertolak dari folosofi itu, para pembuat kebijakan kemudian membangun prioritas pokok yang terbagi dalam tujuh sektor, yang kesemuanya dijabarkan melalui sepuluh langkah utama. Tujuh sektor yang menjadi prioritas utama Jepang itu adalah menjadi pusat wisata dan transportasi Asia, pembangunan SDM, memperkuat pasar modal dan pasar keuangan Jepang dan Asia, peningkatan daya saing industri, membuka setiap wilayah Jepang untuk kerjasama dengan Asia. Kemudian meningkatkan publikasi Jepang di mata internasional, dengan menjadikannya pusat berbagai konferensi dunia. Dengan demikian membantu menciptakan kerangka kerja bersama dalam membangun Asia. Dalam pandangan Jepang, abad 21 adalah abad Asia dan Jepang menetapkan diri untuk lebih terintegrasi lagi dengan Asia. Selain itu Jepang juga sedang mengalami penurunan populasi, sehingga memerlukan kebijakan yang "membuka diri" bagi masuknya masyarakat luar. Dengan demikian dapat terus mendorong pertumbuhan ekonominya dengan membangun hubungan yang kuat di bidang SDM dan pertukaran budaya. Hal itu penting bagi masa depan politik luar negeri Jepang. (*)

Copyright © ANTARA 2007