"Pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas Mental merupakan dasar Gerakan Stop Pemasungan dan Evakuasi Korban PDM itu termasuk pemenuhan HAM, sehingga negara hadir di tengah-tengah masyarakat," kata Kasubdit Rehabilitasi Sosial PDM, Ditjen Rehabilitasi Sosial Kemensos M Sabir yang dihubungi di Jakarta, Selasa.
M Sabir mengatakan, peran masyarakat dan keluarga dalam penanganan PDM sangat strategis. Sehingga bisa jadi ODGJ sudah stabil dan bisa dikembalikan kepada keluarga, tapi masyarakat tidak menerimanya.
"Ini persoalan juga yang harus dipahami, bisa jadi ODGJ sudah bisa dikembalikan kepada keluarga tapi masyarakat tidak menerimanya ataupun sebaliknya," ujarnya.
Gerakan Stop Pemasungan dan Evakuasi Korban Pasung Penyandang Disabilitas Mental (PDM) di Kabupaten Lampung Timur, dilaksanakan Ditjen Rehabilitasi Sosial, melalui Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Dharma Guna Bengkulu.
Salah satu korban pasung yang dievakuasi bernama Eko Purnomo (32) di Desa Muarajaya, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur.
Eko Purnomo anak kedua dari tiga bersaudara, mengalami gangguan disebabkan beberapa keinginan terkait dengan materi tidak bisa terpenuhi, karena alasan ekonomi keluarga yang tidak bisa memenuhinya.
Keluarga sudah membawa Eko berobat ke RS Jiwa pada 2015 dan menjalani perawatan selama tiga bulan, sehingga dibawa pulang kembali ke rumah dan dipasung di gubuk.
Gubuk berukuran 1,5 meter persegi, menjadi tempat Eko Purnomo menghabiskan hari-harinya dengan kondisi sangat memprihatinkan dan tidak layak. Segala aktivitas seperti makan, minum, tidur dan buang hajat dilakukan di tempat tersebut.
Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah penderita ODGJ di Indonesia sekitar 57.000 dan sebanyak 18.800 orang mengalami pemasungan.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018