London/Bagdad (ANTARA News) - Jurufoto Irak dan sopir berkerja untuk kantor berita Inggris Reuters di Irak hari Kamis tewas di Bagdad, kata perusahaan berita dan informasi antarbangsa itu. Jurufoto Namir Noor-Eldeen (22 tahun) dan sopir Saeed Chmagh (40 tahun) tewas di Bagdad timur saat bakutembak terjadi antara pasukan Amerika Serikat dengan pejuang di daerah tersebut. Penyebab kematiannya tidak jelas, tapi saksi menyatakan terjadi ledakan di daerah itu. Polisi Irak menyatakan terjadi serangan udara dan mortir Amerika Serikat di wilayah tersebut. Tapi, kantor berita Prancis AFP melaporkan bahwa keduanya tewas sesudah roket dan serpihannya menghantam bis kecil membawa orang Irak cedera di lingkungan Al-Amin, yang mereka liput. Saksi menyatakan helikopter Amerika Serikat menembakkan peluru kendali itu, tapi pernyataan Reuters menyebut ledakan itu juga bisa disebabkan oleh tembakan mortir pejuang. Jurufoto AFP di tempat itu menyatakan tujuh warga juga tewas. Kematian itu membuat jumlah karyawan Reuters tewas di Irak sejak Amerika Serikat memimpin serbuan ke Irak tahun 2003 untuk menumbangkan Presden Saddam Hussein menjadi enam orang. "Sekali lagi, mitra kami meninggal saat melaksanakan tugas di Irak," kata kepala pelaksana Reuters Tom Glocer. "Sumbangan penting Noor-Eldeen dan Chmagh pada peliputan kejadian di Irak sangat luarbiasa. Mereka berdiri bersama mitra lain di Reuters, yang tewas saat melaksanakan tugas, yang merek yakini," tambah Glocer. Pemimpin Redaksi Reuters David Schlesinger menyatakan kematian itu merupakan pengingat menyedihkan akan ancaman bagi wartawan dalam meliput perang di Irak. "Tugas wartawan kami berbahaya, memberitahu dunia tentang yang terjadi di jalanan Irak setiap hari," kata Schlesinger, "Reuters akan terus melakukan yang dapat diperbuat untuk melindungi wartawan, yang harus bekerja dalam keadaan sulit dan berbahaya, tapi tetap memunyai hak melaksanakan tugasnya." Noor-Eldeen masih lajang, sementara Chmagh sudah menikah dan memiliki empat anak. Sedikit-dikitnya, 190 wartawan dan pekerja media tewas sejak awal serbuan pimpinan Amerika Serikat pada Maret 2003 itu. Dua hilang dan 14 lagi tidak ada beritanya sejak diculik, kata pengamat media Wartawan Tanpa Batas, yang berpusat di Paris. Sebagian besar dari mereka adalah orang Irak, yang dibunuh kelompok perlawanan atau pejuang, yang marah akibat liputan mereka atau secara ideologi bertentangan dengan majikan mereka. Yang lain terperangkap dalam bakutembak di antara pihak bertikai. Menurut angka sindikat pers Irak, sekitar 230 wartawan Irak tewas sejak serbuan Amerika Serikat atas Irak pada 2003. Empat wartawan Irak tewas akibat serangan di seluruh Irak dalam tiga pekan terahir Juni, kata pengawas media dan polisi. Luay Suleiman, yang bekerja pada koran "Nineveh al-Hurra" di kota Mosul, Irak utara, dan satu pria lain ditemukan tewas pada Rabu, kata Brigadir Jenderal Saeeh Ahmed dari polisi Nineveh kepada AFP. Ia menyatakan kedua orang itu dibunuh kelompok bersenjata di lingkungan Zuhur, Mosul. Saat makin banyak media pindah ke negara tetangga dan Kurdi di utara, wartawan pribumi mereka ditinggalkan tanpa perlindungan apa pun dan pembunuhnya terus bergerak bebas, kata pernyataan Wartawan Tanpa Batas.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007