Jakarta (ANTARA News)- Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) telah memasuki tahun keempat pelaksanaannya sejak diselenggarakan untuk pertama kalinya pada 2015.

Jumlah peserta yang mengikuti UNBK terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. UNBK yang pertama kali diselenggarakan hanya diikuti 170.578 peserta didik untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat. Pada 2016, UNBK diikuti oleh 922.447 peserta.

Sementara pada UN 2017, persentase peserta didik yang mengikuti UNBK sebanyak 65,4 persen dan Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP) sebanyak 34,6 persen.

Jumlah peserta didik yang akan mengikuti UNBK pada 2018 sebanyak 6.293.552 peserta atau meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 3.659.696 juta peserta didik. Pada UN 2018, sebanyak 78 persen peserta didik mengikuti UNBK.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengakui meski jumlah peserta UNBK mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, pelaksanaan UNBK masih mengalami kendala, terutama di daerah perbatasan dan pada jenjang SMP.

"Kalau SMK dan SMA, saya kira tahun depan bisa melaksanakan UNBK hingga 100 persen. Cuma yang masih terkendala untuk tingkat SMP, terutama yang berada di perbatasan," ujar dia.

Oleh karena itu, pihaknya akan memberikan afirmasi untuk SMP yang berada di perbatasan maupun yang berada di daerah tertinggal. Kendala utama pelaksanaan UNBK di daerah perbatasan selain belum lengkapnya sarana prasarana juga ketersediaan listrik dan jaringan internet.

"Kami akan fokus ke daerah tertinggal yang selama ini belum siap melaksanakan UNBK. Kami juga memberikan perhatian khusus pada daerah yang masih menyelenggarakan Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP) karena kelayakannya harus ditingkatkan," ucapnya.

Sejumlah provinsi yang menyelenggarakan 100 persen UNBK pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yaitu Aceh, Bangka Belitung, Banten, Bengkulu, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Gorontalo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah.

Untuk jenjang SMA, provinsi yang siap menyelenggarakan 100 persen UNBK di antaranya Aceh, Banten, Bangka Belitung, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Sementara, baru dua provinsi yang menyelenggarakan 100 persen UNBK pada jenjang SMP, yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.

Pelaksanaan UNBK tidak hanya di sekolah bersangkutan. Jika fasilitasnya belum tersedia, maka bisa menumpang di sekolah lain. Untuk jadwal ujiannya pun bergantian. Dalam satu hari, ada dua sesi.

Penyelenggaraan UNBK saat ini menggunakan sistem semi dalam jaringan (daring), yaitu soal dikirim dari server pusat secara daring melalui jaringan (sinkronisasi) ke server lokal (sekolah), kemudian ujian siswa dilayani oleh server lokal (sekolah) secara luar jaringan (luring). Selanjutnya hasil ujian dikirim kembali dari server lokal (sekolah) ke server pusat secara daring (diunggah).

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Totok Suprayitno mengatakan setiap peserta yang mengikuti UNBK menghadapi soal yang berbeda.

"Jadi sangat sedikit potensi kebocoran soal. Misalnya ada peserta didik jumlahnya 100 maka soalnya pun 100, soal yang dihadapi berbeda untuk tiap peserta," katanya.

Soal yang ada di komputer pun, lanjut Totok, dienkripsi. Soal sudah ada tiga hari sebelum pelaksanaan UNBK di sekolah masing-masing, namun baru bisa dibuka beberapa menit sebelum pelaksanaan ujian.

"Siswa mendapat `token` dan baru bisa `login` oleh siswa," jelas Totok.

Ke depan, Totok berharap Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mempercepat jaringan internet di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) agar jumlah sekolah yang mengikuti UNBK makin bertambah, terutama untuk tingkat SMP.

Kepala Dinas Pendidikan Sambas Rasyidin mengatakan untuk tingkat SMA dan SMK pihaknya menyelenggarakan UNBK 100 persen, sementara untuk tingkat SMP hanya ada empat sekolah.

Jumlah siswa yang mengikuti UNBK di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia itu sebanyak 2.062 siswa SMK, 3.391 siswa SMA, dan 329 siswa SMP.

"Kendala utama pelaksanaan UNBK di daerah kami adalah ketersediaan listrik dan internet. Kalaupun komputer ada, tapi justru listrik dan jaringan internet yang tidak ada," kata Rasyidin.

Ujian Nasional tingkat SMK diselenggarakan 2 April hingga 5 April, sedangkan UN untuk tingkat SMA sederajat diselenggarakan pada 9 hingga 12 April, dan SMP atau sederajat diselenggarakan pada 23 hingga 26 April.

Sementara, UN susulan untuk SMK dan SMA sederajat akan diselenggarakan pada 17 hingga 18 April dan untuk SMP sederajat pada 8 hingga 9 Mei 2018.

Kendala Teknis
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan pelaksanaan UNBK masih didominasi dengan kendala teknis, seperti padamnya listrik, soal yang tidak bisa diklik, hingga kekurangan komputer.

"Pantauan dari kami di sejumlah daerah, UNBK SMK berjalan lancar. Meskipun ada kendala teknis di lapangan, seperti mati listrik, soal tidak bisa di klik, kekurangan komputer, sampai ujian yag baru selesai hampir pukul 19.00," ujarnya.

Pemerhati pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji mengatakan UNBK seharusnya sudah 100 persen pada tahun ini.

"Seharusnya tidak lagi 78 persen, tapi sudah 100 persen karena anggaran untuk pendidikan Rp400 triliun setiap tahunnya," katanya.

Indra menjelaskan bahwa sebenarnya ada yang salah dalam perencanaan pendidikan.

Untuk itu, ia meminta perlu adanya solusi agar semua anak bisa mengikuti UNBK.

Permasalahan utama dari UNBK selain infrastruktur adalah ketersediaan internet terutama di daerah 3T.

"Mungkin pemerintah daerah bisa membelikan komputer , tapi bagaimana dengan jaringan internet dan listriknya. Ini yang jadi perhatian bersama," ucapnya.

Pelaksanaan UNBK dinilai sangat penting pada era revolusi industri 4.0 ini, yang tak lepas dari dunia digital. Selain itu, pelaksanaan UNBK dapat menghemat anggaran hingga 70 persen.

"UNBK sangat berpengaruh pada anggaran penggandaan dan penyaluran naskah ujian. Jika sebelum UNBK, anggaran untuk UN mencapai Rp135 miliar, maka sekarang dengan UNBK sebanyak 78 persen, maka anggarannya hanya Rp35 miliar atau menghemat anggaran hingga 70 persen," ujar Sekretaris Balitbang Kemdikbud Dadang Sudiyarto.

Dia menjelaskan anggaran yang mengalami penurunan hanya untuk penggandaan dan distribusi naskah, sedangkan untuk pengawasan tetap. Hal itu dikarenakan dalam satu ruangan, baik UNBK maupun UNKP pengawas tetap dua.

"Bedanya kalau UNBK, yang satu proktor yang satu pengawas, tapi kalau UNKP dua-duanya adalah pengawas," kata Dadang.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abdul Fikri Faqih menilai UN hingga saat ini belum mendapatkan perbaikan yang memadai meskipun terus mendapatkan perhatian dari tahun ke tahun.

"UN ini terus didiskusikan, tetapi tidak mendapatkan perbaikan yang memadai. Saat ini UN hanya untuk memetakan dan mengukur standar kompetensi lulusan (SKL)," ujarnya.

Standar kompetensi lulusan merupakan satu dari delapan standar nasional pendidikan (SNP) yang mesti diperbaiki karena tidak memenuhi standar. Padahal UN memang hanya salah satu alat evaluasi untuk memperbaik SKL.

"Ke depan kita mesti memperhatikan semua SNP secara menyeluruh agar kualitas pendidikan kita terus naik," tambah anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Fikri menyebutkan dari delapan standar menurut Panja Evaluasi Dikdasmen maupun panja Standar Nasional Dikdasmen Komisi X yang sangat memprihatinkan adalah dua standar, yakni sarana-prasarana serta guru dan tenaga kependidikan.

"Akan tetapi bukan berarti yang lain sudah beres. Dua standar yakni sarana-prasarana dan guru itu paling dominan dan dirasakan oleh sekolah dan dinas terkait di daerah," katanya.

Untuk standar sarana-prasarana saja contohnya, ada 1,8 juta ruang kelas seluruh Indonesia yang mana 1,3 juta di antaranya kondisinya rusak, sehingga hanya 500.000 saja ruang layak untuk kegiatan belajar-mengajar.

Sedangkan standar guru dan tenaga kependidikan, saat ini kekurangan sekitar 700.000 guru dan baru diangkat sekitar 30.000 guru baru oleh Kemenpan RB sehingga masih ada kekurangan 670.000-an guru.

Fikri menjelaskan pemerintah belum punya skema pasti untuk memastikannya.

Dia meminta agar tidak memaksakan agar standar kompetensi lulusan bagus, jika permasalahan sarana-prasarana dan kekurangan guru belum teratasi.

Pewarta: Indriani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018