Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menyatakan gejolak eksternal terhadap kurs rupiah sudah mereda sejak kenaikan suku bunga The Federal Reserve pada 21 Maret 2018, sehingga selama April 2018, Bank Sentral tidak perlu melakukan stabilisasi rupiah ke pasar finansial.
"Sejak 21 Maret 2018 situasi stabil sampai sekarang pekan pertama April. Jadi BI di bulan April ini tidak perlu masuk di pasar untuk lakukan stabilisasi," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di Jakarta, Jumat.
Mirza mengatakan sejak The Fed memastikan kenaikan suku bunga acuan, situasi pasar keuangan global terus bergerak kondusif. Sejak saat itu pula, BI tidak jor-joran melakukan stabilisasi pasar. Hal ini berbeda dibanding Februari dan Maret 2018, ketika BI banyak menstabilisasi rupiah di pasar valas dan SBN sehingga membuat cadangan devisa di dua bulan pertama 2018 menurun.
"Jadi pada waktu Februari cadangan devisa digunakan sedikt. Maret digunakan sedikt. Tapi setelah pengumuman dari Fed sekitar 21 Maret. Pasar stabil," ujar dia.
Cadangan devisa Indonesia hingga Maret 2018 akan diumumkan BI, Jumat sore ini.
Merujuk kurs refrensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) BI, sejak 2 April hingga 6 April 2018 hari ini, nilai dolar AS belum bergerak ke angka psikologis baru dari harga Rp13.700 per dolar AS. Secara harian, pergerakan rupiah berada di Rp13.750-Rp13.771 per dolar AS.
BI masih mempertahkan proyeksi bahwa The Fed AS akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak tiga kali tahun ini.
Mirza juga menambahkan dinamika ekonomi eksternal, seperti dampak perang dagang AS-China tidak perlu dikhawatirkan terlalu berlebihan terhadap Indonesia. Pelaku pasar, kata Mirza, sudah melihat deregulasi yang dilakukan pemerintah, di antaranya untuk memperluas pasar ekspor.
"Pemulihan peningkatan ekonomi ini terus berlanjut. Jadi pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa mencapai rentang 5,1-5,4 persen atau 5,5 persen," ujar dia.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018