Jakarta (ANTARA News) - Satu kerajinan berbentuk kapal sekilas tampak terbuat dari kayu. Ketika disentuh, ternyata teksturnya lebih lembut dan lentur. Bukan kayu, kerajinan yang juga indah itu terbuat dari getah nyatu.

Di tangan Ahmad Destian (25), getah nyatu disulap menjadi berbagai macam kerajinan, mulai dari tempat pulpen berbentuk kapal-kapalan, gantungan kunci berbentuk tameng hingga pajangan khas Suku Dayak, pohon batang garing.

Berbagai hasil kerajinan tersebut dipajang pada Pameran Produk Unggulan Narapidana di Plasa Pameran Industri, Jakarta.

Dari dalam Rumah Tahanan (rutan) Klas II Palangkaraya, Kalimantan Tengah, warga binaan atas kasus Perlindungan Perempuan dan Anak ini menghabiskan waktu membuat berbagai kerajinan dari getah nyatu setiap harinya.

“Awalnya cuma ingin bisa. Tidak ada salahnya belajar sesuatu yang baru, daripada bosan di kamar,” kata Destian sambil memilin getah nyatu ketika berbincang dengan ANTARA News.

Menurut Destian, kerajinan yang dihasilkannya itu memerlukan proses yang panjang. Bahan baku nyatu sendiri di dapat dari pohon nyatu yang ditebang di tengah hutan Kalimantan.

Getah pohon nyatu tidak disadap layaknya getah karet, namun untuk mendapatkan getahnya, pohon nyatu yang ditebang tadi harus dipotong kecil-kecil dan rebus.

Saat direbus, getahnya akan keluar berupa busa yang kemudian dikumpulkan dan dipadatkan dengan cara diinjak-injak, untuk selanjutnya dibersihkan dari serat kayu yang masih menempel.

Tak perlu repot-repot ke hutan, Destian dapat dengan mudah memperoleh bahan baku getah nyatu yang disediakan pihak rutan yang membelinya dari tengkulak dengan harga Rp200.000 per kilogram.

Getah nyatu berbentuk padat kemudian diwarnai sesuai keinginan. Setelah itu, jika ingin mendapatkan potongan-potongan lain, getah kayu padat itu tinggal dicelupkan ke air panas agar kembali lunak dan lentur, sehingga dapat dibentuk.

Jika pada kerajinan kayu dibutuhkan lem sebagai perekat, maka pada kerajinan getah nyatu ini tidak membutuhkan perekat apapun, selain getah itu sendiri. Artinya, untuk menempelkan satu bentuk ke bentuk lainnya, Destian hanya pelu mencelupkan bagian-bagian yang ingin ditempelkan ke air panas.

“Ini kalau sesama getah, dia nempel. Tapi kalau dengan papan, di tangan atau baju, dia tidak mau nempel,” ujarnya sambil memeragakan.

Sebuah mahakaryanya yang ditampilkan di pameran Kalimantan Tengah, berhasil mencuri perhatian Gubernur Kalteng Sugianto Sabran. Pajangan berbentuk pohon batang garing di dalam bingkai seharga Rp1,5 juta langsung diangkut ke kediaman sang gubernur.

Pria lajang tersebut mengaku senang mendapat keahlian baru yang menguntungkan itu. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di dalam rutan, ia juga sangat bahagia karena berkesempatan pergi ke Ibu Kota Jakarta untuk ikut pameran.

“Ke Jakarta itu sebuah keistimewaan. Orang lain belum tentu dapat kesempatan ini,” ujarnya sambil tersenyum lebar.

Harapan Baru

Destian telah menjalani setengah dari masa hukumannya sejak 16 Januari 2016. Vonis dua tahun penjara baginya kini menjadi masa perenungan atas apa yang pernah dilakukannya.

Ia pun selalu mengingat pesan sang ibu, yang akan setia menunggu hingga kepulangannya pada Desember 2018 mendatang.

“Katanya baik-baik di dalam, jangan melakukan yang aneh-aneh, cukup saja melakukan yang aneh-anehnya,” katanya menirukan orang yang telah melahirkannya berpesan.

Menurutnya, sang ibu juga senang mendengar Destian memiliki keahlian baru untuk membuat kerajinan dari getah nyatu.

Destian bertekad, ketika selesai menjalani masa hukumannya, ia ingin melanjutkan usaha kecil-kecilan yang saat ini ditekuninya. Terlebih, kerajinan dari getah nyatu ini sangat erat dengan budaya dari tanah kelahirannya.

“Kalau orang Kalimantan itu percaya pohon batang garing adalah pohon kehidupan. Bahwa manusia itu tidak jauh dari alam. Itu filosofinya. Kita itu harus sadar untuk saling menjaga, melestarikan alam, bukan cuma bisa merusak doang,” katanya.

Tidak hanya mengincar keuntungan, melalui pajangan pohon batang garing yang dibuatnya, Destian juga berharap kebudayaan suku dayak itu semakin dikenal masyarakat luas, tidak hanya oleh kalangan masyarakat Kalimantan.

Pembinaan

Rutan Palangkaraya memiliki dua program pembinaan, yakni Program Pembinaan Kemandirian dan Program Pembinaan Kepribadian.

Untuk warga binaan yang baru masuk rutan dan belum ada putusan, mereka akan diikutkan Program Pembinaan Kepribadian, di antaranya berkegiatan di rumah ibadah dan perpustakaan.

Sementara itu, jika warga binaan sudah menerima putusan, maka ia mulai diikutkan Program Pembinaan Kemandirian, misalnya bercocok tanam, bermain musik, serta membuat berbagai macam kerajinan.

Hingga saat ini, terdapat 15 orang warga binaan yang mengerjakan kerajinan getah kayu, dan 10 orang merajut untuk warga binaan perempuan.

Jumlah tersebut memang terbilang masih kecil, jika dibandingkan jumlah seluruh warga binaan yang bernaung di Rutan Klas II Palangkaraya yang mencapai ratusan.

“Kita memang tidak dapat memaksakan minat mereka. Kami akan memfasilitasi apa yang mereka senangi. Kalau dipaksa, nanti hasilnya tidak bagus,” kata Kepala Sub Seksi Bimbingan Kegiatan Kerja Rutan Klas II Palangkaraya Sitohang.

Menurut pria asal Sumatera Utara itu, pembinaan rohani sangat penting bagi warga binaan untuk memulai kehidupan di dalam rutan. Tujuannya adalah untuk menggugah nurani mereka agar kembali ke jalan yang baik.

Warga binaan diminta ke masjid dan gereja untuk mengikuti kegiatan mengaji, kebaktian dan mendengar siraman rohani. Dari sana, mereka diminta merenungkan dan kembali menata hati serta pikiran untuk mau melakukan kegiatan-kegiatan positif.

“Kita mulai dulu dari pembinaan rohaninya. Kita poles di sana. Itu dulu yang kita mulai. Selama dia tidak mau ke masjid, ke gereja, itu susah. Pikiran dia cuma mau lari saja,” tukas Sitohang.

Setelah kerohanian mereka mulai stabil, lanjutnya, biasanya mereka mulai bertanya soal kegiatan yang dapat diikuti di dalam rutan. Dengan minat tersebut, kemudian Sitohang mengarahkannya ke pembinaan kemandirian,

“Ketika mereka mengikuti kegiatan, kita motivasi mereka. Misalnya nyanyi suara jelek, tetap kita beri jempol. Kita puji hebat kamu. Meskipun mengaji suara pas-pasan, kita bilang bagus. Biar mereka tetap punya semangat,” ungkapnya.

Pria yang telah bertugas selama 5 tahun di Kalteng ini mengatakan, ada saat di mana ia menjadi teman bagi para warga binaan di Palangkaraya, namun adakalanya ia juga harus tegas agar tidak dianggap remeh oleh mereka.

Dari pengalamannya, banyak warga binaannya yang masih menjaga silaturahmi ketika telah keluar dari rutan. Beberapa dari mereka juga membangun usaha kecil, yang mampu menopang kehidupan mereka.

Dengan demikian, getah nyatu adalah sebagian kecil modal yang disediakan Rutan Klas II Palangkaraya untuk mereka yang ingin berkarya. Selebihnya, tekad, impian dan motivasi menjadi sebagian besar yang perlu dimiliki untuk mewujudkan harapan baru yang tertanam dalam hati.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018