Medan (ANTARA News) - Pembangkit listrik berbasis bahan bakar yang dikembangkan PLN dewasa ini dinilai murni kesalahan PLN dan menggambarkan buruknya manajemen perusahaan milik negara itu. Seharusnya PLN membangun pembangkit yang ramah lingkungan dan berbasis sumber daya alam karena lebih murah, kata pengamat lingkungan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Jaya Arjuna, kepada ANTARA News di Medan, Kamis. General Manager PT PLN Pembangkit Sumbagut, Albert Pangaribuan, sebelumnya mengatakan, penyebab utama terjadinya krisis listrik di Sumut dan Aceh karena krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 menyebabkan rencana proyek pembangunan pembangkit baru berkapasitas 550 MW di Sumut terhenti. Pembangunan pembangkit yang mayoritas didominasi oleh tenaga gas dan diesel itu membutuhkan dana yang besar, sehingga praktis hingga tahun 2002 tidak ada pembangkit baru yang dibangun di Sumut, katanya. Jaya menambahkan, kebijakan membangun pembangkit berbasis bahan bakar yang tidak ramah lingkungan itulah penyebab utama krisis listrik di daerah seperti Sumut. Kendati pembangkit berbasis bahan bakar mampu menghasilkan energi listrik yang besar, namun bukan jaminan suatu daerah bisa terlepas dari krisis listrik karena tingginya tingkat pertumbuhan pelanggan. Perawatan mesin pembangkit seperti Gas Turbin (GT) 22 dan gangguan yang dialami pembangkit Sistem Turbin (ST) 22 yang keduanya menggunakan gas mengakibatkan defisit dan melahirkan solusi pemadaman bergilir di Sumut dan Aceh selama 12 jam/hari selama dua bulan. Padahal setiap daerah di Indonesia seperti Sumut memiliki potensi alam yang cukup menjanjikan seperti Sungai Asahan yang mampu menghasilkan 600 MW energi listrik namun hanya sebagaian dari potensi itu yang baru dimanfaatkan itupun oleh swasta dan belum dimaksimalkan oleh PLN dewasa ini. Belum lagi potensi sumber daya alam lain di Sumut seperti panas bumi yang mampu menyediakan cadangan listrik sebesar 1.500 MW tetapi belum disentuh hingga kini, katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007