Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengapresiasi langkah Sukmawati Soekarnoputri yang meminta maaf pada umat Muslim di Indonesia karena puisinya yang dipandang telah melecehkan agama.
"Sikap Sukmawati yang berani menyampaikan permintaan maaf ke masyarakat Indonesia khususnya umat Muslim menggambarkan dirinya sebagai seorang tokoh yang berani mengakui kesalahan," kata Sahroni di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, permintaan maaf Sukmawati patut dicontoh oleh masyarakat yang lain, bila melakukan kesalahan harus mengakui kesalahannya.
"Ini harus dicontoh oleh tokoh lain atau masyarakat yang berbuat kesalahan. Berani mengakui perbuatan," ujar Sahroni.
Politisi Partai NasDem itu mengatakan, Guntur Soekarnoputra juga menceritakan sejak kecil seluruh anak Soekarno telah diajarkan agama sesuai syariat Islam.
Mengenai laporan terhadap Sukmawati yang dilakukan oleh berbagai pihak, Sahroni menyarankan masyarakat bersikap tenang dan menyerahkannya ke penegak hukum.
Puisi Sukmawati Soekarnoputri dibacakan saat pagelaran Indonesia Fashion Week, dalam momen 29 tahun Anne Avantie Berkarya, pada Kamis (29/3). Ketika itu Sukmawati diberi kesempatan untuk maju ke atas panggung dan membacakan puisinya yang berjudul "Ibu Indonesia".
Sementara itu, Sukmawati Soekarnoputri meminta maaf atas puisi "Ibu Indonesia" yang jadi polemik karena dianggap mendiskreditkan umat Islam.
Isi puisi yang jadi polemik adalah menyebut konde ibu Indonesia lebih cantik dari cadar, juga kidung ibu Indonesia yang lebih merdu dari alunan azan.
Menurut Sukmawati, puisi yang dibacanya sesuai dengan tema pagelaran busana "cultural identity" yang semata-mata merupakan pandangannya sebagai seniman dan budayawati, puisi itu murni sastra Indonesia.
Sukmawati mengatakan puisi ini mewakili dirinya sebagai pribadi tanpa ada niat menghina umat Islam Indonesia.
"Saya adalah seorang muslimah yang bersyukur dan bangga atas keislaman saya, putri dari seorang Proklamator Bung Karno yang dikenal juga sebagai tokoh Muhammadiyah dan juga tokoh yang mendapatkan gelar dari Nahdhatul Ulama sebagai Waliyul Amri Ad Dharuri Bi Assyaukah (pemimpin pemerintahan di masa darurat yang kebijakan-kebijakannya mengikat secara de facto dengan kekuasaan penuh)," kata Sukmawati.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018