Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan prihatin atas kerusakan hutan di provinsi setempat yang hingga kini masih berlanjut.
"Berdasarkan pengamatan aktivis lingkungan dan laporan masyarakat, kerusakan hutan di sejumlah daerah masih berlanjut baik disebabkan faktor alam maupun ulah manusia," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, Hairul Sobri di Palembang, Rabu.
Menurut dia, melihat kondisi tersebut, aparat berwenang diminta untuk melakukan berbagai upaya penyelamatan dan pelestarian hutan agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah.
Luas hutan di provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota ini mencapai 3,5 juta hektare lebih, dari jumlah tersebut sebagian besar diperkirakan mengalami kerusakan baik ringan maupun berat.
Hutan yang ada di provinsi ini dimanfaatkan secara berlebihan, kayunya ditebangi dan lahannya dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan mineral dan batu bara, serta perkebunan, katanya.
Dia menjelaskan akibat terjadi kerusakan yang cukup luas seperti pemanfaatan kawasan hutan lindung dan produksi untuk kebun kelapa sawit, karet, tebu, akasia, dan kebun teh yang luasnya mencapai 1,6 juta ha lebih, menyebabkan hutan tidak bisa berfungsi dengan baik.
Akibat hutan tidak dapat berfungsi dengan baik secara maksimal, ketika musim hujan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di mana-mana yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa.
Kerusakan hutan di provinsi ini tidak boleh dibiarkan terus meluas karena dapat menghambat upaya penanganan perubahan iklim dan penyelamatan lingkungan hidup.
Hutan perlu dikembalikan fungsinya sebagai gudang penyimpan air dan tempat penyerapan air hujan, sehingga air hujan yang berlimpah dapat disimpan di dalam tanah dan tidak langsung mengalir mengakibatkan meluapnya sungai dan banjir seperti yang terjadi di Kabupaten Ogan Komerimg Ilir, Ogan Ilir dan beberapa daerah lainnya pada musim hujan tahun ini, kata Hairul.
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018