Bantul (ANTARA News) - Wakil Bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Abdul Halim Muslih mengatakan produk ikan kaleng kemasan yang terdapat cacing seperti yang ditemukan belum lama ini dilarang dijual kepada masyarakat.
"Kalau saya, cacing yang ditemukan di dalam kaleng produk ikan kemasan, karena cacing bukan bagian dari produk pengalengan ikan itu ya tentu harus dilarang," kata Wakil Bupati Bantul menanggapi berita temuan cacing dalam produk ikan kaleng, Selasa.
Menurut dia, larangan penjualan produk ikan kaleng yang terdapat cacing itu untuk melindungi konsumen makanan itu karena masyarakat tentu tidak menginginkan kandungan produk lain di luar produk yang dibelinya.
Ia mengatakan, sekalipun berdasarkan penelitian dari otoritas kesehatan, cacing itu proteinnya tinggi, tetapi karena tidak merupakan bagian dari produk kalengan itu, tidak boleh diperjualbelikan.
"Sebagaimana kita jual roti, kalau terselip cabai tentu tidak boleh, demikian juga cacing, sekalipun mengandung protein tinggi, tetapi bukan bagian dari yang dijual, pasti ada sesuatu yang sebabkan cacing bisa tumbuh di situ," katanya.
Akan tetapi, ketika ditanya apakah pemerintah harus melakukan black list terhadap produk ikan tersebut kaleng di pasaran, Abdul Halim mengatakan, tidak sependapat, karena kalau upaya itu dilakukan tentu akan berdampak pada guncangan ekonomi berkaitan dengan produk itu.
"Nanti akan ada distorsi, akan ada guncangan ekonomi, di sini memang dilematis, dan pegumuman terhadap terhadap produk-produk tertentu dasarnya harus kuat karena kalau tidak juga bisa mengancam keberlangusngan industri pengolahan itu," katanya.
Oleh sebab itu, menurut dia, tidak perlu ada upaya mengambil kebijakan dengan mem-`black list` atau daftar hitam terhadap produk tertentu, kalau memang proses produksi makanan tersebut sudah sesuai prosedur.
"Karena boleh jadi yang salah penjual, misalnya sudah kedaluwarsa masih dijual. Saya kira industri punya standarnya kalau usia sekian bulan tentu sudah tidak layak, kalau dilanjutkan pasti ada bakteri masuk, jadi harus diteliti dulu," katanya.
Pewarta: H. Sidik
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018