Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai bahwa sistem pemilu legislatif yang berlaku pada pemilu 2004 perlu disempurnakan menjadi sistem proporsional terbuka penuh tidak setengah terbuka. Usulan LIPI itu disampaikan oleh peneliti Mohtar Pabottingi dalam rapat dengan Pansus DPR RI di ruang rapat Komisi II DPR RI Jakarta, Rabu, dengan agenda masukan LIPI dalam rangka pembahasan RUU tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan RUU tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Alasan penataan ulang sistem pemilu itu, di antaranya untuk mendorong kompetisi calon secara terbuka, mendekatkan hubungan para wakil rakyat dengan rakyat dan wakilnya, dan membuka peluang bagi keterwakilan perempuan di badan-badan perwakilan. "Juga untuk mencerminkan rasa keadilan bagi calon-calon yang memperoleh suara terbanyak meskipun nomor urutnya berada di bawah," kata Mohtar. LIPI melihat sistem proporsional terbuka pada pemilu 2004, cenderung diberlakukan secara inkonsisten dan "setengah hati", dimana penentuan calon jadi atas dasar nomor urut menjadi dilema yang paling mendasar. Pemilih dapat mencoblos tanda gambar partai dan mencoblos nama caleg. Karena sifatnya belum terbuka sepenuhnya, sistem itu pun, justru membingungkan pemilih karena suara dianggap sah bila pemilih memilih tanda gambar saja dan atau tanda gambar sekaligus nama caleg. Namun, jika pemilih hanya memilih nama calon legislatif, maka suara dianggap tidak sah. Tata cara pemilihan itulah, maka secara formal sebenarnya sistem yang berlaku cenderung sitem proporsional tertutup ketimbang sistem proporsional terbuka. Terdapat dua dasar penentuan calon jadi yang tidak proporsional, yakni didasarkan nomor urut dan atas bilangan pembagi pemilih (BPP). Bagi calon yang menempati nomor urut potensial terpilih, dengan cara pemilihan seperti itu, kompetisinya tidak terlalu berat, sedangkan calon yang berada di urutan bawah, harus berjuang keras memperoleh dukungan pemilih sehingga melampau BPP. Akibatnya, calon yang memperoleh suara paling besar dan tidak memenuhi BPP gagal terpilih, sementara calon yang menempati nomor urut potensial dengan tingkat dukungan yang lebih kecil justru terpilih sebagai anggota legislatif. Oleh karena itu, LIPI melihat bahwa untuk meningkatkan kualitas keterwakilan di satu pihak dan kualitas akuntabilitas di pihak lain ke depan, maka sistem pemilu legislatif 2004 harus disempurnakan jadi sistem proporsional dengan daftar terbuka sepenuhnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007