Jakarta (ANTARA News) - Perjanjian ekstradisi yang telah ditandatangani antara Indonesia dan Singapura diragukan dapat mengembalikan aset negara maupun para koruptor.
"Kita tidak bisa optimis bahwa uang atau koruptor-koruptor di Singapura bisa dikembalikan ke Indonesia," kata anggota Komisi Pertahanan DPR, Yuddy Chrisnandi di Jakarta, Rabu.
Permasalahannya, menurut Yuddy, banyak dari koruptor yang diincar dengan perjanjian ekstradisi tersebut belum mempunyai ketetapan hukum sebagai buronan, sehingga meskipun perjanjian telah ditandatangani, tetap tidak dapat diekstradisi.
"Belum lagi perbedaan sistem hukum antara Singapura dan Indonesia, dimana Singapura menganut sistem Anglo-Saxon," kata Yuddy.
Sementara mantan Dubes RI untuk Singapura yang juga mantan Menperindag Luhut Panjaitan menilai bahwa perjanjian tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap Singapura.
"Singapura sebenarnya tidak sewot-sewot amat (dengan ekstradisi para koruptor itu). Cadangan devisa mereka juga banyak, jadi dana dari koruptor kita tidak terlalu berpengaruh bagi mereka," papar Luhut.
Saat ini, menurut Yuddy, uang para koruptor Indonesia yang ada di Singapura hanya sebanyak 3-4 persen dari total 780 miliar dolar AS uang yang beredar di seluruh bank Singapura.
"Jumlahnya hanya sekitar 32 miliar dolar AS atau sekitar 300 triliun rupiah," katanya.
Namun demikian, Yuddy menyebutkan bahwa akan lebih baik jika perjanjian tersebut akan dilaksanakan, dapat berlaku surut lebih jauh. "Jangan cuma 15 tahun, tapi 20 tahun," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007