Banda Aceh (ANTARA News) - Mantan juru bicara Komite Peralihan Aceh (KPA), Sofyan Dawood, mengatakan bahwa penggunaan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai lambang partai politik lokal jangan dipaksakan, bila bertentangan dengan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) damai Helsinki. "Penggunaan lambang itu kita kembalikan ke MoU. Kalau MoU menyatakan tidak apa-apa, ya bisa digunakan, tetapi kalau tidak bisa, jangan dipaksakan," katanya saat ditemui di Banda Aceh, Rabu. Menurut Sofyan Dawood, penggunaan bendera GAM sebagai lambang partai tidak bisa dipaksakan karena secara prinsip merupakan lambang yang besar, selain itu bendera tersebut pada dasarnya bukan milik organisasi tapi milik masyarakat Aceh. "Saya secara pribadi merasa seandainya lambang itu bisa menjadi simbol partai akan lebih bagus, tetapi kalau tidak saya kira tidak perlu dipaksakan," kata Sofyan. Sofyan mengatakan, bagaimana pun berbagai permasalahan yang dihadapi para pihak harus tunduk pada MoU yang ditandatangani pihak Pemerintah RI dengan GAM di Helsinki, ibukota Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Selain itu, menurut dia, secara prosedur apabila sebuah partai bermasalah harus dibuat sebuah forum. Namun, Partai GAM yang baru pada tingkat peresmian sekretariat setidaknya sudah harus menyelesaikan berbagai persyaratan di tingkat hukum. Partai GAM yang akan dibentuk oleh unsur KPA dan mantan GAM baru mengajukan permohonan pembentukan partai ke Kanwil Departemen Hukum dan HAM Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), namun baru sebatas menyerahkan akta pendirian tanpa dilengkapi syarat lainnya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007