Tetapi kalau politisasi agama ini untuk kepentingan perorangan, kelompok, dan partai politik, itu yang tidak diperbolehkanSukoharjo (ANTARA News) - Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Salahuddin Wahid, yang biasa disapa Gus Solah, mengatakan politisasi agama boleh dilakukan selama untuk kepentingan bangsa.
"Tetapi kalau politisasi agama ini untuk kepentingan perorangan, kelompok, dan partai politik, itu yang tidak diperbolehkan," katanya dalam seminar tentang Perspektif KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan Terhadap Politisasi Agama di Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu.
Pengasuh Pesantren Tebuireng di Jombang itu mengatakan bahwa pada masa lalu tokoh-tokoh ulama NU sudah mewajibkan pemuda muslim untuk ikut berperang membela negara.
"Pada saat itu para ulama memfatwakan agar pemuda membantu Tentara Indonesia melawan pasukan sekutu. Akhirnya sekutu yakni Inggris kalah. Itu namanya politisasi agama yang positif," katanya, menambahkan bahwa suatu negara tidak bisa lepas dari mempolitikkan agama dan mengagamakan politik.
"Kalau sekarang beda, banyak kejadian pihak tertentu memakai ayat untuk kepentingan kekuasaan sekelompok orang, ini yang tidak boleh," katanya.
Dia berharap pihak-pihak terkait bisa duduk bersama untuk mendiskusikan politisasi agama seperti apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
"Mumpung ini menjelang pilkada, tetapi kalau pilkada isu seperti ini tidak terlalu terasa. Biasanya yang sangat terasa saat menjelang pileg dan pilpres," katanya.
"Kita masih ada waktu untuk membahas ini, yang pasti tidak mudah menanamkan kesadaran untuk tidak mempolitisasi agama untuk kepentingan perorangan, kelompok, dan partai politik," katanya.
Rektor UMS Sofyan Anif juga menilai politisasi agama diperbolehkan asal digunakan untuk memperkuat NKRI. "Meski demikian, ini akan menjadi negatif jika digunakan untuk politik praktis dan nafsu kekuasaan," katanya.
Baca juga:
Politisasi agama dilarang dalam Islam
Bawaslu gandeng tokoh agama cegah politisasi SARA
Pewarta: Aries Wasita Widi Astuti
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018