Jakarta (ANTARA News) - Keberlangsungan operasional bus TransJakarta terutama koridor II hingga koridor VII terancam menyusul keluhan konsorsium operator penyedia bus yang mengalami defisit anggaran akibat kebijakan Badan Layanan Umum (BLU) TransJakarta mengetatkan jumlah bus yang beroperasi di setiap koridor. Direktur Utama Trans Batavia Azis Rismaya Mahfud dalam konferensi pers yang berlangsung di Jakarta, Rabu, memaparkan sejak Maret 2007 BLU TransJakarta telah melakukan pengetatan jumlah operasional bus dengan alasan keterbatasan dana untuk membayar biaya operasional kendaraan tersebut di setiap koridornya. "Pada satu sisi mereka memang melakukan penghematan biaya, namun disisi lain kondisi itu dapat merugikan pengguna jasa dan juga operator bus," katanya. Ia menambahkan bus dioperasikan setiap hari tidak maksimal dengan alasan kekurangan dana, padahal waktu dimulainya operasi pada 2004 hingga 2006 tidak pernah ada permasalahan dana dan semua dioperasikan penuh sehingga masyarakat dapat menikmati layanan secara manusiawi. "Saat ini untuk koridor II (Harmoni-Pulagadung) dan koridor III (Harmoni-Kalideres) jumlah bus sudah terpenuhi sebanyak 126 unit masing-masing 55 unit untuk koridor II dan 71 unit untuk koridor III, namun akibat pengetatatn operasi tersebut masing-masing hanya dilayani 42 bus saja. Itu juga mengakibatkan jarak kedatangan bus yang seharusnya 3,5 menit pada hari kerja dan 10 menit pada hari libur jadi lebih lama," ujar Azis. Sementara itu Direktur Operasi Trans Batavia Jabes Sihombing mengatakan dengan pengetatan itu maka bila semula setiap bus berjalan 290 km/hari maka saat ini setiap bus hanya berjalan 165 km/perhari. "Sesuai dengan kesepakatan biaya operasional bus per kilometer penumpang mencapai Rp12.550 untuk koridor II dan koridor III. Akibat pengetatan operasional armada itu pendapatan bus per hari hanya sekitar Rp2 juta padahal selain harus membayar karyawan, biaya bahan bakar dan perawatan serta cicilan pinjaman ke bank terus berjalan," paparnya. Di pihak lain, masih menurutnya, masyarakat yang tidak terangkut pada saat pagi dan sore terutama di halte-halte transit yang sempit seperti Halte Senen, Halte Halimun dan Halte Dukuh Atas sangat tidak nyaman. "Kondisi halte yang kurang memadai bila penumpang berjubel akan berpengaruh terhadap daya angkut bus yang seharusnya hanya 85 penumpang maksimal menjadi 100 penumpang sehingga banyak bus yang rusak karena patah per akibat kelebihan muatan," ujar Sihombing. Pihak konsorsium pun mengeluhkan keterlambatan pembayaran hingga dua bulan da apabila dibayarun hanya 80 persen dari nilai seharusnya sehingga pembayaran gaji bagi para karyawan terpaksa hanya 50 persen. "Atas kondisi itu pun kami terpaksa menunda pembayaran ke pihak Petross penyedia BBG sehingga pernah penyedia itu menghentikan layanan dengan alasan adanya tunggakan," keluhnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007