Semarang (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir menegaskan perguruan tinggi asing tak bisa sembarang beroperasi karena ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi.
"Untuk perguruan tinggi luar negeri, sesuai Undang-Undang Nomor 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi dapat beroperasi di Indonesia. UU-nya begitu. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi," katanya di Semarang, Rabu.
Persyaratan yang dimaksud, kata dia, di antaranya perguruan tinggi asing yang beroperasi di Indonesia harus mengajarkan mata kuliah wajib yang berkaitan dengan Pancasila, UUD 1945, agama, dan Bahasa Indonesia.
Jadi, kata dia, ada mata kuliah dasar umum (MKDU) yang berkaitan dengan Pancasila, UUD 1945, agama, dan Bahasa Indonesia yang harus tetap diajarkan perguruan tinggi luar negeri yang beroperasi di Indonesia.
"(Syarat, red.) Kedua, orientasinya harus nonprofit. Ketiga, orientasinya harus kerja sama dengan perguruan tinggi dalam negeri. Kerja sama di sini, bisa dalam bidang akademik, riset, dan inovasi," katanya.
Kemudian, kata Menristek Dikti, lokasi operasional perguruan tinggi luar negeri itu akan ditetapkan kementerian dalam kawasan tertentu yang sedang dipersiapkan.
"Perguruan tinggi luar negeri tidak bisa sembarang tempat bisa beroperasi. Kami memang tidak mensyaratkan `ownershipnya`, tetapi syaratkan lokasinya nanti kalau `ownershipnya` dari luar negeri," katanya.
Nasir menyebutkan kementerian sedang menyiapkan pembentukan kawasan ekonomi khusus untuk pendidikan yang nantinya akan menjadi lokasi operasional perguruan tinggi luar negeri yang beroperasi di Indonesia.
"Makanya, kami bentuk nanti kawasan ekonomi khusus untuk pendidikan. Sudah kami siapkan," kata mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang terpilih yang juga guru besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip itu.
Menristek mengatakan sudah ada beberapa perguruan tinggi yang bertemu dengannya untuk menyampaikan rencana tersebut.
"Yang sudah masuk pada saya, sudah bertemu, ada dari Melbourne, Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) University, Royal Institute dari Inggris, Imperial College London, dari AS, dan Taiwan," katanya.
Terkait itu, ia meminta kalangan perguruan tinggi di Indonesia untuk menyiapkan diri, termasuk membuka kemungkinan kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri yang beroperasi di Indonesia.
"Boleh juga perguruan tinggi Indonesia beroperasi di luar negeri. Karena kita ini rasanya masih enggan berkompetisi, namun kalau sudah ada ini, mereka kan akan berkompetisi," katanya.
Bahkan, Nasir mendorong Undip yang merupakan almamaternya untuk bisa berkompetisi secara global sehingga tidak boleh hanya menutup diri di Semarang, Jawa Tengah yang menjadi lokasinya.
"Saya menyarankan Undip tidak boleh menutup diri hanya di Semarang, namun harus global. Tidak bisa serta merta, namun perilaku pegawai dan dosennya harus ditata ulang. `Mindset`-nya harus dibuka," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018