Banda Aceh (ANTARA News) - Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada tahun 2007 sudah menerima sebanyak 14 kasus korupsi di sejumlah pejabat di instansi Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota, yang dilaporkan masyarakat. Penasihat KPK, Suryohadi Djulianto, dalam acara diskusi dengan LSM pemerhati korupsi Aceh di Kantor SoRAK Banda Aceh, Selasa, mengatakan, ke-14 kasus korupsi itu merupakan hasil temuan LSM di lapangan yang dilaporkan ke Kantor KPK Perwakilan Aceh. "Kita menerima setiap laporan masyarakat maupun LSM pemerhati korupsi. Setelah itu baru kita melakukan penyelidikan, apa benar yang dilaporkan masyarakat," jelas Suryohadi. Ia mengatakan, kasus yang telah diterima itu sekarang masih dalam proses penyelidikan oleh pihak KPK, tapi karena terbatas tenaga penyelidikan dan tenaga penyidik menjadi suatu hambatan untuk menyelesaikan kasus tersebut. "Tenaga di KPK belum mencukupi, seperti tenaga penyelidikan dan tenaga penyidik serta masih terbatasnya tenaga yang berkualitas," ujarnya. Ia mengatakan, dengan terbatasnya tenaga ahli, banyak kasus korupsi yang seharusnya selesai cepat menjadi lama. "Bahkan sampai tiga tahun lebih," jelasnya. Ketika ditanya unsur mana saja dari 14 kasus korupsi itu, Suryohadi mengatakan tidak berwenang untuk menginformasikan kasus korupsi itu, karena masih dalam penyelidikan. Namun, saat berdiskusi, Suryohadi sempat mengatakan ke-14 kasus korupsi itu terlibat berbagai instansi, dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias yang menyalahgunakan anggaran APBD dan APBN. Sementara itu, Miswar Fuadi, Koordinator SoRAK (Solidaritas Rakyat Anti Korupsi) Aceh, mengatakan, KPK Perwakilan Aceh belum memberikan tampak yang jelas terhadap kasus korupsi di Aceh. "Eksen KPK Perwakilan Aceh yang ada hanya sosialisasi korupsi dan pendidikan pencegahan," ujarnya. Menurutnya, KPK Perwakilan Aceh juga mempunyai hak untuk menyelidiki dan menindaklanjuti kasus korupsi yang ditemukan oleh berbagai elemen di Aceh. Ia menambahkan, keberadaan KPK di Aceh perlu ditinjau ulang atau dibubarkan saja, karena keberadaannya di sini hanya sebagai pencitraan terhadap BRR Aceh-Nias. Ia menjelaskan, dengan adanya KPK di Aceh seolah-olah tidak akan terjadi korupsi di tubuh BRR. "Namun kenyataannya tidak demikian," tutur Miswar.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007