Sidoarjo (ANTARA News) - Bantuan Presiden (Banpres) senilai Rp10 miliar untuk warga korban lumpur proyek PT Lapindo Brantas Inc. mulaI digulirkan berkonsep tak dibagi habis, melainkan untuk percepatan pengentasan dampak psiko-sosial dan ekonomi melalui program pemberdayaan masyarakat korban lumpur. Menurut Hariadi Purwantoro, Ketua Tim Pelaksana Penggunaan Dana Bantuan Presiden untuk Korban Lumpur, di Sidoarjo, Selasa, bencana luapan lumpur itu telah mempengaruhi kondisi psikologis dan perekonomian para warga korban luapan lumpur. "Untuk itu, kami menggunakan dana bantuan presiden Rp10 miliar untuk memulihkan kondisi psikologis dan perekonomian korban lumpur. Kami akan melatih sebanyak 10.700 korban lumpur, terutama perempuan dengan berbagai bentuk ketrampilan yang dibutuhkan," katanya. Ia menyatakan, dengan adanya pelatihan ini, diharapkan dapat memperbaiki kondisi psikologis korban lumpur yang selama ini menghimpit mereka. Setelah pelatihan ini, mereka akan mendapatkan bantuan modal awal sebesar Rp500.000 sebagai tambahan modal dan meningkatkan perekonomiannya. Untuk menjalankan program tersebut, pihaknya sudah merencanakan beberapa tahap pelaksanaannya antara lain pendataan korban lumpur dan kebutuhan ketrampilannya. Pihaknya juga akan melibatkan tenaga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Ormas, agar sasaran dan tujuan program ini dapat dicapai. "Dengan melibatkan LSM dan Ormas, kami ingin penggunaan dana bantuan itu akan tepat sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan, baik sisi administratif dan keuangannya," katanya menegaskan. Hariadi juga menyiapkan dana sebagai tambahan modal yang dimasukkan dalam koperasi. "Kami berharap pelaksanaan program ini berjalan dan dimanfaatkan oleh korban lumpur untuk mendapat pelatihan ketrampilan serta bantuan modal. Presiden menginginkan bantuan ini tidak berhenti, sehingga lebih memilih untuk memberikan ketrampilan dan bantuan modal," katanya menambahkan. Sementara itu, dalam tiga hari terakhir ini kandungan gas H2S di pusat semburan lumpur PT Lapindo Brantas Inc. mengalami kenaikan mencapai 20-23 ppm melebihi ambang batas normal 20 ppm. Menurut Dodi Irawan dari tim Fergaco, kenaikan gas H2S itu terdeteksi sejak tiga hari terakhir ini. "Normalnya untuk pekerja di bawah 20 ppm, sedangkan untuk warga 10 ppm, tapi saat ini kandungannya mencapai 23 ppm," katanya. Karena itu untuk antisipasi keamanan pekerja, pihaknya sudah menyiapkan masker yang bisa menahan sementara serangan gas H2S. "Masker ini bekerja hanya 10 menit, jika lebih dari waktu itu, maka pekerja harus menjauh dari sekitar area pusat semburan," katanya. Selain itu, menurut dia, para pekerja dalam menjalankan aktivitasnya juga harus memperhatikan arah angin. Apabila, arah angin ke timur, pekerja harus berada di bagian barat, begitu juga sebaliknya. Ia menambahkan, jangkauan gas H2S ini sekitar 20 meter dari pusat semburan, sehingga bila kandungan gas H2S yang keluar melebihi ambang batas, daerah 20 meter di sekitarnya merupakan daerah berbahaya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007