Pekalongan (ANTARA News) - Perajin tampah di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, kini kesulitan memasarkan hasil produk tampah atau dunak karena masyarakat lebih menggunakan alat tempat barang dengan bahan plastik.

Perajin tampah, Casiyem (50) di Pekalongan, Selasa, mengatakan bahwa saat ini, kerajinan tampah atau dunak sebagai tempat menaruh beras atau makanan kecil sudah mulai tergusur dengan produk yang menggunakan plastik.

"Oleh karena, kami mengalami kendala untuk memasarkan produk kerajinan tampah itu. Jika pun dijual pada tempat penampungan pun harga masih relatif rendah atau tidak seimbang dengan biaya dan tenaga yang kami keluarkan," katanya.

Menurut dia, kerajinan tampah atau dunak itu sempat cukup diminati masyarakat pada tahun 1990-an. Akan tetapi kini, masyarakat cenderung menggunakan produk berbahan plastik untuk menaruh beras atau makanan.

Kerajinan tampah itu, kata dia, membutuhkan bahan kulit reyeng atau bambu seharga Rp4.000 per pake, kemudian untuk pembuatan eblek Rp4 ribu, blengker Rp3 ribu, buruh jejet Rp3 ribu, tali jejet Rp3 ribu, dan setel tampah atau proses penyelesaian Rp3 ribu.

"Oleh karena, untuk satu kerajinan tampah membutuhkan modal sekitar Rp19 ribu, kemudain kami jual ke penampung Rp25 ribu. Jadi jika dihitung tak seberap untungnya jika dibanding dengan biaya tenaga dan waktu," katanya.

Kepala Desa Podosari, Kecamatan Kesesi, Nurcahyo mengatakan saat ini pemasaran kerajinan tampah tidak seramai seperti pada era 1990-an karena masyarakat lebih menyukai menggunakan produk yang efektif dan efisien.

Kendati demikian, kata dia, pemerintah desa tetap mendukung dan memberikan semangat pada perajin tampah tetap memproduksi kerajinan yang sudah turun temurun itu.

"Saat ini, kita telah mewacanakan Desa Podosari sebagai sentra kerajinan alat rumah tangga itu," katanya.

Pewarta: Kutnadi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018