Jakarta (ANTARA News) - Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan harga jual gas dari Blok Natuna D-Alpha bisa mencapai 15 dolar Amerika Serikat (AS) per MMBTU apabila ada kenaikan bagi hasil untuk pemerintah.
Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa harga tersebut dengan memperhitungkan kandungan karbon dioksida (CO2) ditekan menjadi hanya satu persen.
"Kami akan melakukan penjajakan pasar pada harga gas Natuna berapa yang sebenarnya bisa diserap," katanya.
Indonesia, lanjutnya, harus bersaing dengan Qatar yang berani menawarkan harga 11 dolar AS per "Million British Thermal Units" (MMBTU).
Sebelumnya, kontrak bagi hasil Natuna menyebutkan ExxonMobil mendapat 100 persen, sedangkan pemerintah tidak mendapat bagian satu persen pun.
Harga gas saat itu adalah sembilan dolar AS per MMBTU di kepala sumur (well head) dengan kadar CO2 enam persen.
Menurut Purnomo, harga 15 dolar AS per MMBTU tersebut dengan asumsi gas sudah dibawa ke Kalimantan Barat yang berjarak 500 km dari Blok Natuna.
"Kalau harga gas di `well head` hanya 12-13 dolar AS per MMBTU," katanya.
Mengenai keinginan Pemda Propinsi Kalbar ikut memiliki saham Natuna, Purnomo mengatakan, hal itu bisa dibicarakan dengan Pemda Propinsi Kepulauan Riau, karena Natuna masuk dalam wilayah itu.
"Pemda Kalbar harus bicara dulu dengan Kepri," katanya.
Sementara itu, Deputi Finansial dan Ekonomi Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPB Migas) Edi Purwanto mengatakan, pihaknya tengah mengkaji pasar gas Natuna selain ke negara seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Pasar lain itu, lanjutnya, bisa China, Jepang, Vietnam atau India.
Ia mengatakan, besar kecilnya harga tergantung dari pembersihan CO2-nya dan teknologi yang dipakai. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007