"Sebenarnya holding ini bungkusnya terlalu besar. Ini akuisisi," katanya dalam diskusi bertajuk "Mencermati Pembentukan Holding BUMN Migas" di Jakarta, Senin.
Kendati demikian, menurut Said, holding migas sebenarnya penting dibentuk lantaran gas memang harus dimanfaatkan sebanyak-banyaknya demi kepentingan rakyat.
Ia menjelaskan sebagai dua BUMN yang mengelola gas bumi di Indonesia, posisi kedua perusahaan pelat merah itu memang sulit mendapatkan perlakuan yang sama lantaran saham PGN juga dimiliki publik.
Hal itu menyebabkan intervensi pemerintah terhadap kendali gas terbatas karena ada perusahaan yang bukan 100 persen BUMN.
"Makanya lebih bagus digabung jadi penugasan ke Pertamina saja," katanya.
Said menuturkan holding kedua BUMN migas itu juga dibutuhkan agar pemanfaatan gas demi kepentingan nasional bisa dilakukan secara menyeluruh.
Pasalnya, PGN menguasai distribusi gas sementara Pertamina memiliki ladang gas tapi tidak menguasai jaringan distribusi.
"Penggabungan ini lebih memudahkan pemanfaatan gas untuk kepentingan negara. Jadi dari dulu rencana ini memang oke," tuturnya.
Dengan pembentukan holding, Said menilai pengendalian gas melalui satu pintu akan membuat negara menjadi memegang peranan total.
"Saya harap eksplorasi gas dan keterlibatan Pertamina di gas semakin tinggi. Dulu PGN dipakai sebagai `trader` oleh pihak lain. Dengan dikuasai Pertamina yang milik pemerintah, pemerintah jadi punya kuasa di ladang, distribusi hingga `trader`," pungkasnya.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018