Jakarta (ANTARA News)- Pemerhati pendidikan dari Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengatakan sekolah masa depan harus bisa membangun ekosistem belajar yang membahagiakan, positif, aman, dan interaksi sosial saling mendukung.
"Membangun sekolah masa depan membangun iklim atau ekosistem belajar yang membahagiakan, positif, aman, dan interaksi sosial saling mendukung. Bukan lagi sekolah yang menggunakan metode belajar yang tidak hanya abstraksi membaca buku lalu ujian," ujar Rizal di Jakarta, Senin.
Ia menambahkan sekolah masa depan lebih kepada persoalan nyata atau tematik, dan itu membutuhkan paradigma yang berbeda. Apalagi bagi generasi milenial, yang tidak hanya membutuhkan pekerjaan yang berbasis uang, tapi memberikan kontribusi untuk sekitar.
"Oleh karenanya, ekosistem positif itu penting. Ditambah pola pengajaran yang berpusat ke murid dan proses pengajaran berbeda dengan memberikan proses pengajaran bukan perintah tapi pelatihan melalui pendampingan, menginspirasi dan memotivasi," tutur Rizal.
Rizal juga melihat persoalan pada era disrupsi inovasi teknologi adalah bukan pada penguasaan teknologinya, melainkan sikap atau tanggung jawab dalam memanfaatkan teknologi agar berdampak positif bagi kemanusiaan dan peradaban.
"Hal ini harus dimulai dari pendidikan dasar agar tidak terlambat," ujar Rizal yang telah menyelesaikan PhD di bidang teknologi informasi di kampus Monash University, Australia tersebut.
Guru juga, tambah dia, harus saling berjejaring, mengembangkan kapasitas profesional, bertukar praktik pendidikan dan kebudayaan dengan lebih konstruktif, kreatif dan efektif. Sehingga pendidikan bermutu untuk generasi milenial akan inklusif atau dapat dirasakan oleh semua sekolah tanpa terkecuali, khususnya sekolah negeri.
Pendekatan akar rumput tersebut diharapkan menjadi langkah alternatif yang berbeda dari narasi pengembangan pendidikan yang ada, yang mana pengembangan pendidikan selalu berasal atas ke bawah dari pemerintah atau program bantuan asing.
Jikapun ada dari masyarakat atau swasta, sifatnya lebih pada bantuan akses atau infrastruktur seperti beasiswa, bedah kelas atau pengiriman guru bantu.
Baca juga: Mendikbud dorong gerakan sekolah menyenangkan
Pewarta: Indriani
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018