Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel dan keluarga besar KBRI Riyadh berkabung atas kematian Zaini Misrin, pekerja migran Indonesia yang dieksekusi mati di Arab Saudi Minggu 18 Maret silam.

"Mas Zaini, engkau membuatku jadi dubes cengeng, karena tadi siang ketika melantik PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) di KBRI Riyadh, aku tak kuasa menahan sedih dan mataku berkaca-kaca ketika kusebut namamu," tulis Agus Maftuh dalam akun Facebooknya.

"Hanya mampu tiga menit aku memberikan sambutan dalam acara itu dan aku tegaskan bahwa KBRI sedang berkabung," kata sang dubes.

Dalam narasi panjangnya di media sosial, Agus Maftuh meminta maaf karena merasa gagal membawa Zaini kembali bertemu dengan keluarga, istri dan kedua anaknya di Madura.

Zaini Misrin asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, menemui tajamnya pedang algojo di Arab Saudi Minggu (18/3) sekitar jam 11.30 waktu Saudi karena divonis membunuh majikannya.

Baca juga: DPR minta Kemenlu intensifikan pembicaraan perlindungan TKI

"Tiga jam paska engkau dipanggil oleh Allah SWT, aku datang di makammu yang masih basah dan baru dengan diantar petugas makam yang baru saja memandikanmu dan menguburkanmu," tulis sang dubes.

Sebagai dua negara bersahabat yang sedang berada di masa keemasan bilateral, KBRI Riyadh sangat menyesalkan tidak adanya pemberitahuan dari Kerajaan Arab Saudi sebelum eksekusi mati dilakukan.

Agus merasa hal itu mencederai rasa kepatutan dalam hubungan persahabatan yang terjalin antara kedua negara.

Namun KBRI dapat memahami bahwa berdasarkan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Kekonsuleran (Konvensi Wina 1963) di mana Indonesia dan Arab Saudi menjadi anggota, baik Arab Saudi maupun Indonesia tidak wajib menyampaikan notifikasi pelaksanaan hukuman mati warga negara mereka.

Secara hukum Islam siapapun tidak dapat mengintervensi, mencegah eksekusi atau memberi pengampunan, bahkan tidak juga Pemimpin Tertinggi di Kerajaan Arab Saudi Raja Salman bin Abdul Aziz, kecuali ahli waris itu sendiri.

Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018