Ketentuan beberapa pasal dalam UU itu dikhawatirkan memutar balik arah demokrasi, yang sudah sekian lama diperjuangkan bangsa Indonesia, menjadi otoriter, antikritik, dan membungkam kebebasan berekspresi."

Yogyakarta (ANTARA News) - Sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menolak ketentuan pasal-pasal dalam Undang-Undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang berpotensi menimbulkan malapraktik dalam pelaksanaannya.

"Ketentuan beberapa pasal dalam UU itu dikhawatirkan memutar balik arah demokrasi, yang sudah sekian lama diperjuangkan bangsa Indonesia, menjadi otoriter, antikritik, dan membungkam kebebasan berekspresi," kata Rektor UII Nandang Sutrisno di Yogyakarta, Kamis.

Saat membacakan pernyataan sikap sivitas akademika UII, Nandang mengatakan, ketentuan itu di antaranya mengenai pemanggilan paksa oleh DPR, tindakan untuk mengambil langkah hukum oleh Majelis Kehormatan Dewan (MKD).

Selain itu, permintaan izin tertulis presiden atas dugaan tindak pidana yang dilakukan anggota DPR, dan pemberian kewenangan DPD untuk melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah (raperda) dan peraturan daerah (perda).

"Ketentuan-ketentuan itu terutama mengenai pemanggilan paksa dan tindakan hukum MKD justru akan mengebiri kebebasan berekspresi yang merupakan salah satu ciri negara demokrasi," kata Nandang.

Ia mengatakan UII juga menolak ketentuan pasal-pasal yang memuat norma penambahan kursi pimpinan MPR, DPR, dan DPRD karena kental nuansa "bagi-bagi kursi" daripada meningkatkan performa kelembagaan.

"Penolakan itu juga didasarkan atas kekhawatiran membengkaknya anggaran belanja MPR, DPR, dan DPD di tengah kehidupan ekonomi masyarakat yang tidak menentu," kata dia.

Oleh karena itu, sivitas akademika UII mendesak presiden untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang pada intinya mengubah beberapa ketentuan atau norma tersebut demi terwujudnya iklim demokrasi yang baik, peningkatan performa lembaga perwakilan, dan efisiensi anggaran.

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018