Kupang (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluarkan larangan kepada kapal penangkap ikan atau kapal pengangkut ikan yang membawa dan memasang alat bantu penangkapan ikan (ABPI) untuk beroperasi di wilayah perairan laut daerah itu.
Alat bantu penangkapan ikan dimaksud berupa rumpon atau komponen pendukungnya seperti pelampung, tali utama, attraktor, dan pemberat dan kompresor, kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT Ganef Wurgiyanto kepada Antara di Kupang, Kamis.
"Kami baru saja mengeluarkan surat larangan untuk kapal penangkap ikan atau kapal pengangkut ikan yang membawa dan memasang alat bantu penangkapan ikan (ABPI)," kata Ganef terkait penggunaan alat tangkap yang merusak biota laut.
Khusus kompresor yang dilarang adalah kompresor non elektrik yang menggunakan mesin bensin karena gas buang Knalpot (CO) ikut tersimpan dalam tabung kompresor dapat membahayakan penyelam.
Menurut dia, surat larangan tertanggal 13 Maret itu sudah disampaikan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai Kupang, Kepala Stasiun PSDKP Kupang dan Koordinator Pangkalan Pendaratan Ikan Oeba Kupang.
"Jadi kita melarang pengawas perikanan mengeluarkan Surat Laik Operasi (SLO) dan Syahbandar Perikanan dilarang mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) kepada kapal penangkap ikan, kapal pengangkut ikan yang membawa ABPI," katanya menegaskan.
Dia mengatakan larangan tersebut merupakan bagian dari tugas dan tanggungjawab Dinas Kelautan dan Perikanan NTT terhadap pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum sesuai? dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Artinya, lanjutnya, pengawas perikanan dan Syahbandar yang ada di unit kerja masing-masing dapat melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap semua alat tangkap dan sejenisnya pada nelayan saat mengurus SLO dan SPB sebelum berlayar.
"Kalau ada alat bantu penangkapan ikan yang sudah dilarang, maka petugas tidak diperbolehkan mengelurkan izin untuk berlayar," katanya menegaskan.
Baca juga: DKP Bangka tolak kapal cantrang
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018