Saya akan pikir-pikir."
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Ketua Komisi V DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Yudi Widiana Adia divonis sembilan tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik karena terbukti menerima suap Rp6,5 miliar dan 354.300 dolar AS (senilai total Rp11,5 miliar) terkait program aspirasi DPR.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Yudi Widiana Adia secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama seperti dalam dakwaan kesatu pertama dan kedua," kata ketua majelis hakim Hastoko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Hakim kemudian menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta, dengan ketentuan bila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan kurungan penjara.
Selain itu, majelis hakim yang terdiri dari Hastoko, Mas`ud, Haryono, Sigit Binaji dan Titik Sansiwi juga mengabulkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk mencabut hak politik Yudi Widiana selama lima tahun.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan jabatan selama lima tahun setelah pidana pokoknya," kata hakim Hastoko.
Vonis tersebut sedikit lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK, yang meminta agar Yudi divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan dengan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya.
Baca juga: Politikus PKS didakwa terima lebih Rp11 miliar
Yudi dinilai terbukti dalam dua dakwaan yaitu dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua pertama, yaitu pasal 12 huruf b dan pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 KUHP.
Dalam dakwaan pertama, Yudi selaku anggota Komisi V DPR 2014-2019 bersama-sama dengan Muhammad Kurniawan Eka Nugraha telah menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp2 miliar dan Rp2 miliar dalam bentuk rupiah dan dolar AS dari Sok Kok Seng alias Aseng selaku Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa.
Uang itu diberikan karena Yudi telah menyalurkan usulan proyek pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara sebagai program aspirasi Yudi.
Kurniawan adalah mantan staf honorer fraksi PKS di Komisi V. Pada April 2014, Kurniawan menyampaikan Aseng minta beberapa proyek agar dijadikan "program aspirasi" Yudi.
Uang diberikan pada April 2015 secara bertahap kepada Yudi melalui Kurniawan, yaitu Rp2 miliar pada Mei 2015 di basement Hotel Alia Cikini dan Rp2 miliar dalam bentuk mata uang rupiah dan dolar AS pada Mei 2015 di kamar di Hotel Alia Cikini.
Kurniawan lalu menyerahkan uang itu ke orang kepercayaan Yudi bernama Paroli pada 12 Mei 2013 sekitar pukul 23.00 WIB di pom bensin Pertamina tol Bekasi Barat.
Pada 13 Mei 2015, Yudi lalu menemui Paroli di parkiran apartemen dekat pintu keluar tol Baros Bandung dan menyerahkan tas berisi uang komitmen itu.
Dalam dakwaan kedua, Yudi dinilai terbukti menerima Rp2,5 miliar dan 354.300 dolar AS atau sekitar Rp7,5 miliar dari Aseng karena akan menyampaikan usulan "program aspirasi" yang akan dilaksanakan oleh Aseng.
Pada Mei 2015, Kurniawan memberitahu jatah milik Yudi antara Rp100-150 miliar untuk mengajukan usulan "program aspirasi" di Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR.
Baca juga: KPK periksa politisi PKS kasus korupsi PUPR
Aseng lalu mengirimkan kepada Kurniawan mengenai nama kegiatan dan nilai proyek usulan "program aspirasi" yaitu pembangunan jalan Pasahari-Kobisonta (Rp50 miliar), pelebaran jalan Kobisonta-Pasahari (Rp50 miliar) dan pelebaran jalan Kobisonta-Bonggoi Bula (Rp40,5 miliar).
Aseng dan Kurniawan menyepakati uang muka komitmen adalah sekitar Rp7 miliar, yaitu 5 persen dari nilai anggaran Rp140,5 miliar.
Sebagai realisasi, Kurniawan menerima Rp2,5 miliar pada 7 Desember 2017 dari Aseng di hotel Ibis Budget Cikini lalu Kurniawan menyerahkan ke Paroli pada 9 Desember 2015 di pom bensin Pertamina tol Bekasi Barat.
Penerimaan selanjutnya pada 26 Desember di hotel Manise Ambon, Aseng memberikan Rp3 miliar kepada Kurniawan dan selanjutnya akan diserahkan melalui Ustara alias Agus untuk Yudi.
Kurniawan lalu menerima 214.300 dolar AS dari Aseng. Kurniawan juga masih menerima parfum merek Hermes dan jam tangan merek Panerai yang disimpan dalam kotak "goody bag" warna putih.
Pemberian terakhir dilakukan pada 17 Januari 2016 di lobi Surabaya Suites Hotel, Surabaya, sebesar 140 ribu dolar AS yang diletakkan di jok mobil Toyota Innova Aseng yang akan dipinjam Kurniawan untuk dibawa ke Jakarta.
Sesampainya di Jakarta, Kurniawan memindahkan uang itu ke mobil Nisan X-Trail miliknya dan meminta Yono alias Opang untuk menyerahkan ke Ustara.
Atas putusan itu, Kurniawan dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.
"Saya akan pikir-pikir," kata Kurniawan. Masa pikir-pikir itu adalah selama tujuh hari sejak putusan dibacakan.
Yudi juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang senilai Rp20 miliar yang sebagian disimpan secara tunai dan sebagian diubah menjadi aset, baik bergerak maupun tidak bergerak seperti sejumlah bidang tanah dan rumah serta sejumlah mobil dengan menggunakan nama orang lain.
Hingga saat ini, sudah sembilan orang telah diputus di persidangan terkait kasus yang sama.
Mereka adalah anggota Komisi V dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putrani yang divonis 4,5 tahun penjara, dua rekan Damayanti, yaitu Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi divonis masing-masing empat tahun penjara.
Bekas anggota Komisi V dari Golkar Budi Supriyanto divonis lima tahun penjara, bekas anggota Komisi V dari Fraksi Partai PAN Andi Taufan Tiro divonis semilan tahun penjara dan mantan anggota Komisi V dari Fraksi PKB Musa Zainuddin divonis sembilan tahun penjara.
Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary divonis enam tahun penjara, Abdul Khoir sudah divonis empat tahun penjara dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng divonis empat tahun penjara.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018