Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad mengatakan tindak pidana di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terindikasi meningkat pada 2007 ini. "Ada indikasi tindak pidana di BPR meningkat, hal ini tampak dari banyaknya kasus di BPR yang dibawa ke pengadilan dengan berbagai kasus," katanya di Jakarta, Senin. Namun ia tidak menyebutkan jumlah BPR yang terkena ketika ditanya wartawan. "Wah tidak hafal angkanya," katanya. Ia hanya menekankan bahwa BPR saat ini perlu diterapkan tata-kelola yang baik (good corporate governance/GCG) untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sementara itu dewan direktur persatuan BPR Indonesia (PERBARINDO) mengatakan tindak pidana yang terjadi seringkali bukan karena sebuah kesengajaan tetapi ketidaktahuan akan aturan yang ada. Hal ini, menurut dia, karena kurangnya sosialisasi masalah regulasi dan hukum perbankan yang dilakukan oleh BI. "Masalah pengetahun hukum dan regulasi sendiri banyak BPR yang belum paham. BPR sendiri juga tidak mempunyai konsultan hukum," katanya. Ia menambahkan terjadinya tindak pidana di BPR seringkali merupakan salah paham antara pengelola dan pemilik yang sebenarya dapat diselesaikan melalui prosedur internal perusahaan. "Tindak pidana yang dilakukan setelah ditelusur-telusur, pemiliknya mengatakan takut ditekan-tekan terus sehingga mengaku melakukan tindakan pidana itu, padahal hal itu sebenarnya bisa diselesaikan secara internal sendiri," katanya. Selain itu, ia juga menghimbau agar media massa tidak membesar-besarkan hal itu karena hanya beberapa BPR saja yang melakukan tindak pidana tersebut. "Seringkali kemudian memberitakan seolah-olah semua BPR seperti itu, padahal hanya beberapa saja, dan ini membuat citra buruk bagi BPR," katanya. Saat ini, menurut dia, terdapat 1855 BPR dengan lebih dari 3500 kantor yang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007