Malang (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang menyatakan status tersangka Moch Anton sebagai Calon Wali Kota (Cawali) Malang yang bakal bertarung dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tidak akan berpengaruh dan menggugurkan pencalonannya.
"Status Moch Anton yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mempengaruhi atau menggugurkan pencalonannya sebagai calon wali kota dalam Pilkada Kota Malang yang digelar 27 Juni nanti," kata Ketua KPU Kota Malang Zaenuddin di Malang, Jawa Timur, Rabu.
Selain tidak menggugurkan status Moch Anton sebagai calon wali kota lima tahun ke depan, kata Zanuddin, kondisi itu juga tidak akan mempengaruhi atau mengubah proses dan tahapan Pilkada Kota Malang yang sudah berjalan beberapa bulan terakhir ini. "Semua proses dan tahapan Pilkada akan tetap berjalan seperti sebelumnya, tidak akan terpengaruh dengan status tersangka Cawali," ujarnya.
Ia mengatakan berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2017, penggantian bakal calon atau calon dalam Pilkada bisa dilakukan salah satunya jika terkena masalah pidana. Namun, harus berdasar keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Dalam peraturan itu juga disebut, jika calon dijatuhi pidana di pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 29 hari sebelum hari pemungutan suara, partai politik atau gabungan partai politik tidak dapat mengusulkan calon pengganti.
"Oleh karena itu, masalah tersebut tidak sampai mengganggu proses Pilwali Kota Malang. Kami tetap menjalankan tahapan yang sudah direncanakan dan agenda terdekat (7/4) adalah debat pasangan calon," katanya.
Penetapan status tersangka Cawali Kota Malang petahana itu diketahui dari surat panggilan sejumlah anggota DPRD Kota Malang yang dimintai keterangan untuk tersangka Moch Anton. Ada sekitar 14 anggota dewan yang dimintai keterangan penyidik KPK di ruang Rupatama Polres Kota Malang.
Untuk mencari kelengkapan alat bukti, tim pentidik KPK, Selasa (20/2) kembali menggeledah kediaman Cawali Kota Malang yang diusung koalisi PKB, PKS dan Gerindra tersebut, setelah Agustus 2017 juga dilakukan penggeledahan di kediamannya maupun di kantor wali kota di Balai Kota Malang.
Anton diduga memberikan suap sebesar Rp700 juta kepada mantan Ketua PRD Kota Malang M Arief Wicaksono untuk memuluskan pembahasan APBD Perubahan 2015. Selain Arief Wicaksono, hampir 50 persen anggota DPRD Kota Malang juag menerima dana yang sama, namun nominalnya bervariasi, tergantung jabatan dan posisi di legislatif.
Selain Moch Anton, Cawali Kota Malang yang menjadi bidikan KPK adalah Ya`qud Ananda Qudban. Cawali yang diusung koalisi PDIP, PAN, PPP, Hanura, dan didukung NasDem itu juga diduga menerima suap dari eksekutif. Kediaman Cawali Kota Malang nomor urut 1 itu juga dua kali digeledah KPK, terakhir Selasa (20/3).
Pilkada Kota Malang digelar 27 Juni mendatang yang diikuti tiga pasangan calon, yakni pasangan nomor urut 1, Ya`qud Ananda Qudban-Wanedi, pasangan nomor urut 2, Moch Anton-Syamsul Mahmud, dan pasangan nomor urut 3, Sutiaji-Sofyan Edy Jarwoko.
Hanya saja, pasangan nomor urut 1 dan 2 saat ini menjadi bidikan KPK karena keterlibatannya dalam kasus suap sebesar Rp700 juta ntuk memuluskan APBD Perubahan Kota Malang 2015.
Baca juga: Untung rugi calon kepala daerah diumumkan tersangka, menurut JK
Baca juga: Nasib calon kepala daerah berperkara hukum kini. Bagaimana etikanya?
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018