"Saat ini, rupiah hanya bergerak secara teknikal dan cenderung tertekan menjelang pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC)," ujar Analis Valbury Sekuritas Indoneia Lukman Leong di Jakarta, Senin.
Ia menambahkan bahwa data ekonomi Indonesia mengenai neraca perdagangan Indonesia yang kembali mencatatkan defisit juga masih direspon negatif pasar sehingga menjadi beban bagi mata uang domestik di pasar valas. Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2018 mengalami defisit 0,12 miliar dolar AS.
"Defisit neraca perdagangan itu menurun dibandingkan bulan sebelumnya, diharapkan ke depan mencatatkan surplus sehingga pasar mengapresiasi positif," katanya.
Kendati demikian, menurut dia, adanya penjagaan dari Bank Indonesia menahan tekanan mata uang rupiah lebih dalam, diperkirakan mata uang domestik itu akan dijaga volatilitasnya di bawah level Rp14.000 per dolar AS.
Sementara itu, Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan bahwa pergerakan rupiah terhadap dolar AS cenderung mendatar seiring aksi tunggu pelaku pasar menjelang pertemuan FOMC pada pekan ini.
"Aksi tunggu itu seiring dengan akan adanya testimoni pertama oleh Jerome Powell, pasca terpilihnya sebagai Gubernur The Fed menggantikan Janet Yellen, pasar menunggu sinyal seberapa besar kenaikan suku bunga The Fed selanjutnya," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (19/3) mencatat nilai tukar rupiah bergerak mendatar atau stagnan di posisi Rp13.765 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah melemah menjadi Rp13.762 per dolar AS
Baca juga: Masih diliputi antisipasi bunga The Fed, IHSG Senin ditutup melemah
Baca juga: Emas berjangka turun jelang pengumuman FOMC
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018