Saya berharap pemimpin ke depan itu orangnya bersih, jujur, mau dan mampu melayani masyarakat serta bijaksana dalam bersikap."

Palembang (ANTARA News) - Tahapan pemilihan kepala daerah serentak pada tahun 2018 sudah dimulai. Bahkan, sekarang ini sudah masuk dalam tahapan kampanye pasangan calon kepala daerah dalam merebut simpati rakyat.

Spanduk dan baliho yang menampilkan para pasangan calon kepala daerah hampir mewarnai setiap sudut kota dan desa di daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah.

Para calon kepala daerah yang akan bertarung pada pesta demokrasi 5 tahunan ini mulai terjun ke desa-desa, pasar bahkan termasuk menelusuri masuk ke gang-gang sempit rela mereka lakukan dan menjadi pemandangan yang biasa sekarang ini untuk menarik simpati masyarakat.

Namun, dari semua itu tentunya masyarakat menginginkan sosok pemimpin yang bersih, jujur, dan mau serta mampu melayani seperti halnya yang disampaikan salah seorang warga Palembang, Baria.

"Saya berharap pemimpin ke depan itu orangnya bersih, jujur, mau dan mampu melayani masyarakat serta bijaksana dalam bersikap," ujarnya.

Ia juga berharap pemimpin masa depan itu orangnya amanah yang bisa mengemban tugas sebagai pemimpin dengan baik dan tidak aji mumpung dengan memanfaatkan jabatannya.

Hal senada juga diutarakan Haryani yang juga merindukan pemimpin yang bersih pada masa mendatang.

"Sebagai rakyat bawah saya menginginkan pemimpin yang bersih secara total, dalam arti bersih dari kasus dan bersih dari kepentingan pihak-pihak tertentu, termasuk kepentingan partai pengusung yang mengantarkannya menjadi pemimpin," ucapya.

Bersih dari kasus, terutama kasus korupsi, artinya rekam jejak yang bersangkutan tidak ada masalah. Pasalnya, seorang pemimpin yang terbelit kasus tentu dia akan repot "mengurusi" kasus tersebut.

Parahnya lagi, lanjut dia, bila perbuatan tersebut belum terungkap namun diketahui pihak lain yang menjadikan aib ini sebagai "alat" untuk mengendalikan sang pemimpin, tentunya makin repot urusan negeri ini.

Di sisi lain, instrumen hukum yang berkewajiban menangani kasus-kasus korupsi hendaknya terus bekerja secara profesional, bekerja berdasarkan data, bukan berdasarkan pesanan.

"Jadi, jangan tebang pilih dalam bertindak karena sebagai rakyat jelata, kami sering dibuat bingung dengan pemberitaan di media massa," katanya.

Mulsani berharap pemimpin ke depan bersih sehingga bisa menjalankan tugasnya dengan baik sebagai kepala daerah.

Selain itu, lanjut dia, bisa membangun daerahnya dengan potensi daerah yang ada sehingga bisa menyejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, ke depan calon-calon kepala daerah tersebut benar-benar hadir di tengah masyarakat.


Seleksi Partai

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Ardiyan Saptawan mengatakan bahwa politik tidak melakukan seleksi calon kepala daerah dengan baik maka sistem politik terganggu.

Kalau partai politik sudah mengusung orang tidak benar, masyarakat tidak ada pilihan, ini yang sering terjadi. Yang menjadi pertanyaannya mengapa masyarakat memilih orang yang salah atau misalnya kenapa orang yang dianggap masyarakat terbaik sehingga dia menang, lalu dia ditangkap.

Sebenarnya permasalahannya bukan pada masyarakatnya karena masyarakat masih percaya kepada partai politik bahwa apa yang dilakukan partai politik adalah yang terbaik.

Jadi, calon-calon pemimpin bersih harus dimulai dari partai politik karena partai yang mengusung calon kepala daerah tersebut.

Ia menyampaikan bahwa yang menjadi filter pertama supaya tidak terjadi korupsi dalam ukuran kepala daerah itu adalah partai politik.

Ini ada hubungan dengan mahar politik dan "cost" politik, termasuk integritas partai politik.

Kalau partai politiknya tidak berintegritas dengan baik, akan memunculkan calon pemimpin yang tidak baik pula. Masyarakat sesuai dengan aturan memilih apa yang disajikan jika itu jelek mau tidak mau, tidak ada pilihan lain istilah anak muda sekarang "jebakan batman" sebab mau tidak mau dia harus memilih itu.

Selanjutnya, bagaimana kalau tidak memilih? Tingkat partisipasi rendah.

Sementara itu, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Selatan Liza Lazuarni mengatakan bahwa seluruh calon kepala daerah itu berjanji antikorupsi.

Ketika bakal pasangan calon ditetapkan menjadi peserta pilkada berstatus tersangka, KPU tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah.

Dengan begitu, proses di KPU bisa terus berjalan dan proses di pengadilan, silakan terus berjalan sampai ada kekuatan hukum tetap, baru kemudian dilakukan proses.

"Kalau memang dia terpidana yang berkekuatan hukum tetap, baru dilakukan pembatalan calon. Yang kami harapkan pemimpin-pemimpin kita ini tidak terlibat korupsi dan nepotisme," tuturnya.

Mengenai apakah ada peraturan di KPU tentang hal tersebut, dia menjelaskan bahwa KPU hanya mengatur tentang syarat pendaftaran calon kepala daerah. "Yang pasti dia bukan terpidana," ucapnya.

Aturan main yang ada kaitannya dengan itu, misalnya orang yang sudah pernah menjadi terpidana korupsi maka dia harus mengumumkannya di media massa.

Sebagaimana diketahui ada empat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan yang akan bertarung pada pilkada tahun ini. Mereka adalah Herman Deru dan Mawardi Yahya nomor urut 1 yang diusung Partai Amanat Nasional, NasDem, dan Partai Hanura.

Selanjutnya, pasangan Aswari Rivai/Irwansyah nomor urut 2 yang diusung partai Gerindra dan PKS; pasangan Ishak Mekki/Yudha Pratomo nomor urut 3 yang dicalonkan dari Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan PBB.

Pasangan berikutnya, Dodi Reza Alex/Giri Ramanda mendapat nomor urut 4 yang diusung oleh Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan PKB.

Selain Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan, juga sembilan kabupaten dan kota di Sumsel menggelar pilkada.

Kesembilan daerah itu, yakni Kabupaten Banyuasin, Kota Palembang, Ogan Komering Ilir, Prabumulih, Muaraenim, Lahat, Pagaralam, Lubuklinggau, dan Kabupaten Empat Lawang.

Pewarta: Susilawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018