Kupang, (ANTARA News) - Sejak objek wisata Labuan Bajo, Pulau Flores, ditetapkan pemerintah sebagai satu dari 10 tujuan unggulan Nasional, daerah itu semakin menjadi magnet kuat yang mampu menarik arus wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berdatangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Daerah wisata yang terkenal sebagai satu-satunya habitat kehidupan satwa purba komodo (varanus komodensis) dan merupakan satu dari tujuh keajaiban dunia (new 7 wonders) di Taman Nasional Komodo itu tak pernah sepi arus kunjungan wisatawan.
Tidak hanya itu, keindahan alam pulau-pulau kecil yang berjejer di wilayah barat Pulau Flores itu seperti Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Komodo, dan lainnya yang dihubungkan laut sebagai wisata baharinya semakin melengkapi pesona Labuan Bajo di mata dunia.
Tak bisa dipungkiri lagi, Labuan Bajo memang merupakan destinasi wisata yang berkelas dunia, bahkan digadang-gadang sebagai Bali-nya Nusa Tenggara Timur.
Namun, Nusa Tenggara Timur tidak hanya memiliki Labuan Bajo. Banyak daerah lainnya di provinsi yang memiliki 22 kabupaten/kota itu yang menyimpan harta karun tujuan wisata yang cantik dan unik-unik, baik alam, bahari, dan budaya.
Kepala Dinas Pariwisata NTT Marius Ardu Jelamu dengan tanpa ragu-ragu menyebut, satu dari berbagai macam keindahan wisata di provinsi berbasiskan kepualauan itu ada di Pulau Sumba.
"Pulau sumba ini menjadi harapan baru destinasi wisata unggulan milik NTT selain Labuan Bajo yang memang selama ini sudah terkenal karena brandingnya yang mendunia," katanya.
Ia menjelaskan, riset ilmiah yang dilakukan bersama perguruan tinggi di daerah setempat menunjukkan bahwa trend minat wisatawan domestik maupun asing sudah beralih ke Pulau Sumba, setelah tujuan utama ke Labuan Bajo.
Dalam riset yang kami lakukan dengan wawancara langsung bersama wisatawan di lokasi wisata ini kami mendapati kecenderungan minat wisatawan setelah mengunjungi Labuan Bajo yaitu memilih ke Pulau Sumba, menyusul pilihan mereka ke danau tiga warna Kelimutu di Ende, katanya.
Pulau Terindah di Dunia
Pulau Sumba dengan luas wilayah 10.710 km? yang terbagi dalam empat wilayah kabupaten itu menyimpan kekayaan wisata yang melimpah ruah, dari sajian alam dengan padang rumput sabana yang membentang luas, pantai-pantai yang eksotis, hingga kekayaan megalitik dan keaslian budayanya yang unik.
Sehingga tidak heran jika pesona keindahan pulau yang berada di wilayah selatan Indonesia itu dinobatkan sebagai pulau terindah di dunia (The best beatiful Island in the World) versi Majalah Focus terbitan Jerman.
Majalah internasional dengan oplah penjualan mencapai 5 juta eksemplar yang disebarkan ke berbagai negara di dunia itu belum lama ini memilih Pulau Sumba sebagai pulau terindah di dunia karena kekayaan keindahan alam dan budayanya yang melimpah, kata Marius Ardu Jelamu menjelaskan.
Tidak hanya itu, ia mengemukakan, Lembaga international bird life juga telah menetapkan kawasan Taman Nasional Matalawa di Pulau Sumba sebagai `important bird area` karena ada 10 jenis burung endemik yang hidup di pulau yang sering dikenal dengan sebutan `Tanah Humba` itu.
Marius meyakini, terpilihanya Sumba sebagai pulau terindah di dunia akan berdampak besar bagi peningkatan arus wisatawan mancanegara ke daerah itu karena diketahui jutaan orang dari berbagai negara.
Masyarakat dunia, menurutnya, akan bertanya-tanya dimanakah letak Pulau Sumba sehingga memicu rasa penasaran yang memungkinkan mereka untuk berdatangan.
Inilah kenapa saya yakin dampak promosi dan marketing dari penobatan Pulau Sumba sebagai pulau terindah di dunia versi Majalah Focus yang diedar ke berbagai negara dunia, kata.
Ia menambahkan, keindahan alam yang disuguhkan juga membuat Pulau Sumba sering kali menjadi sasaran lokasi pembuatan film karya anak-anak negeri.
Kita ketahui ada film `Pendekar Tongkat Emas`, `Susah Sinyal` karya Ernest Prakasa, kemudian `Marlina Si Pembunuh Empat Babak` dan juga dokumenter lainnya yang pengambilannya berlokasi di Pulau Sumba, katanya.
Destinasi Unggulan Bermunculan
Dalam tahun-tahun terkahir, pariwisata di Pulau Sumba mulai `unjuk gigi` dengan bermunculan sejumlah objek unggulan yang mendapat sejumlah penghargaan dan viral di kalangan publik.
Seperti dalam Ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) di Jakarta pada 2017 yang memilih objek wisata Pantai Tarimbang di Tabudung, Kabupaten Sumba Timur, sebagai peraih medali perunggu dengan kategori wisata berselancar terpopuler.
Pantai Tarimbang terpilih bersama dua objek lainnya di NTT yaitu Gunung Api Ile Batutara di Kabupaten Lembata yang meraih medali perak sebagai wisata terunik karena mampu meletus tiap 20 menit sekali, serta Teluk Maumere di Kabupaten Sikka meraih medali emas kategori destinasi wisata menyelam terpopuler.
Raihan API 2017 ini memincu pemerintah daerah untuk terus melakukan pembenahan infrastruktur pendukung, mendorong pertumbuhan kuliner, hingga penginapan, kata Bupati Sumba Timur Gidion Mbiliyora saat ditemui Antara di Kupang.
Seperti infrastruktur jalan menuju Pantai Tarimbang yang tiap tahun kami hotmix, mungkin tahun 2018 sudah tuntas untuk jalan hotmix dari Kota Waingapu (ibu kota Kabupaten Sumba Timur) menuju lokasi wisata itu, katanya.
Selain Pantai Tarimbang di Sumba Timur, Nihi Sumba Island (Nihiwatu) yang berada di Kabupaten Sumba Barat, juga mendapat penghargaan sebgai Hotel Terbaik di dunia versi majalah Travel+Leisure.
Sebelumnya di tahun 2016, resor itu juga mendapat penghargaan yang sama dalam ajang World`s Best Awards yang diselenggarakan rutin setiap tahun oleh majalah Travel+ Leisure, melalui voting pembacanya.
Marius Ardu Jelamu mengatakan, resor Nihiwatu merupakan salah satu ikon pariwisata Pulau Sumba dengan keunikan arsitektur resornya dan suguhan alam di Pantai Nihiwatu yang menjadi daya tariknya.
Selain itu, lanjutnya, lebih dari 90 persen tenaga kerja di resor tersebut menyerap pekerja lokal dan tidak canggung-canggung manajemen menyalurkan dana sosialnya untuk mendukung pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di Sumba Barat.
Perkuat `Branding`
Gubernur NTT Frans Lebu Raya dalam berbagai kesempatan ketika berbicara tentang pariwisata di Pulau Sumba mengatakan pemerintah provinsi maupun kabupaten terus memperkuat `branding` pariwisata di daerah itu dengan menonjolkan kekayaan alam budayanya.
Salah satu upaya yang dilakukan, katanya, yaitu bersama masyarakat menggelar parade 1001 kuda sandelwood yang dipadukan dengan festival tenun ikat yang sudah dimulai pada 2017.
Gubernur dua periode itu menjelaskan, masyarakat Sumba memiliki branding produk budaya yang kuat dan sudah mendunia, yakni budaya berkuda Pasola.
Produk budaya ini yang ditonjolkan untuk menarik minat wisatawan untuk untuk berdatangan melalui parade ribuan kuda sandelwood selain mempromosikan daerah setempat sebagai lumbung ternaknya Provinsi NTT.
Apalagi kuda sandelwood itu hanya ada di Pulau Sumba yang terkenal sebagai kuda yang tangguh dan perkasa.
Selain itu, lanjutnya, hasil kerajinan tangan berupa tenun ikat juga menjadi daya pikat tersendiri karena memiliki makna filosofis yang mendalam dari warna dan motifnya dengan mencorak.
Marius Ardu Jelamu secara terpisah menambahkan, kegiatanparade 1001 kuda sandelwood dan festival tenun ikat ini akan terus digelar setiap tahun karena sudah masuk dalam kalender 100 top event pariwisata nasional.
Kegiatan ini telah ditetapkan Kementerian Pariwisata menjadi agenda nasional bersama tiga ajang lainnya yang dimiliki NTT, yakni Festival Likurai di Pulau Timor serta Festival Komodo, dan "Tour de Flores" di Pulau Flores.
Melalui berbagai kegiatan itu kami memasarkan pariwisata untuk menarik sebanyak mungkin wisatawan dari berbagai daerah maupaun negara datang ke daerah-daerah seperti di Sumba dan lainnya, katanya.
Marius mengakui, pariwisata di Pulau Sumba saat ini semakin menonjol selain Labuan Bajo, dan ia meyakini di masa mendatang geliat wisatawan ke Pulau Sumba akan terus bertumbuh pesat karena alam, masyarakat dan budayanya selalu menjadi daya tarik yang unik.
Kita berharap, ke depan NTT tidak hanya dikenal karena Labuan Bajonya, tapi juga terkendal ada Sumbanya, begitu juga daerah-daerah lainnya, seiring dengan pariwisatanya yang juga terus menggeliat, ujarnya.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018