Bandarlampung (ANTARA News) - Departemen Pertahanan RI menyebutkan revisi rumusan pelaksanaan ((implementing arrangement/IA) kerjasama pertahanan Indonesia-Singapura (Defence Cooperation Agreement/DCA) dimungkinkan dilaksanakan, dengan mengacu pada pasal enam perjanjian pertahanan tersebut. "Seharusnya pihak Singapura memperhatikan dengan jeli pasal 6 tersebut," kata Kepala Humas Dephan, Brigjen Edy Butar-Butar, saat dihubungi di Jakarta, Senin. Disebutkannya IA didasarkan pada DCA, sehingga kedua negara perlu merumuskan IA yang saling menguntungkan kedua negara. "Jadi pasal enam itu yang menjadi dasar perlunya perumusan kembali IA perjanjian pertahanan tersebut," katanya. Sebelumnya, Menlu Singapura George Yeo mengatakan tidak ada permintaan baru dari Singapura setelah DCA ditandatangani menteri pertahanan Indonesia dan Singapura di Bali, 27 April 2007. Sebagaimana dikutip Channelnews Asia, ia mengatakan bahwa Singapura tidak akan menyimpang dari apa yang sudah disepakati kedua pemerintah. Justru, katanya, Indonesia yang menolak empat rumusan aturan pelaksanaan (implementing arrangement/IA) DCA, padahal seharusnya sudah ditandatangani Mei 2007. Indonesia juga meminta pengubahan substansi perjanjian yang bagi Singapura tidak bisa diubah, tambahnya. Singapura menuntut latihan perang di wilayah Bravo, Laut China Selatan 15 hari setiap bulan, dan hal itu tidak dapat diterima pemerintah Indonesia. Zona Bravo, satu dari tiga wilayah rencana latihan perang di teritori Indonesia menjadi perdebatan menuju tahap pelaksanaan DCA yang satu paket dengan Perjanjian Ekstradisi. Indonesia hanya mengizinkan frekuensi latihan empat sampai enam kali dalam setahun agar tidak mengganggu kelestarian lingkungan, kehidupan nelayan dan keamanan umum di Zona Bravo. (*)
Copyright © ANTARA 2007