Jakarta (ANTARA News) - Ratusan orang berkumpul di pusat kota Madrid menggelar demonstrasi menuntut perlakuan yang lebih manusiasi dari polisi terhadap pedagang kaki lima (PKL) pada Jumat (16/3) setempat.
Aksi itu berlangsung sehari berselang peristiwa kematian seorang PKL asal Senegal dalam insiden melibatkan polisi anti huruhara.
Mame Mbaye Ndiaye meninggal dalam usia 35 tahun pada Kamis (15/3) setelah ia berusaha melarikan diri dari polisi.
Para peserta aksi malam itu terlibat aksi lempar batu dan membakar tong sampah di permukiman Lavapies, Madrid, yang banyak didiami komunitas pemigran dan tak jauh dari lokasi kematian Ndiaye.
Sementara demonstrasi Jumat (16/3) berlangsung damai tanpa kekerasan dan para peserta aksi membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan "Hentikan kekerasan polisi" dan meneriakkan yel-yel "Polisi pembunuh".
Wali Kota Madrid Manuela Carmena sebelumnya sempat menyatakan dewan kota akan melakukan investigasi terkait insiden tersebut. Dalam sebuah konferensi pers pada Jumat (16/3), juru bicara dewan kota menyatakan kepolisian kota tersebut tidak memburu Mbaye sebagaimana disebutkan oleh para peserta aksi.
Sebuah mobil polisi dihentikan oleh sejumlah rekan Mbaye dan dua orang petugas kepolisian berusaha untuk memberikan pertolongan pertama kepada pria nahas itu sembari menghubungi ambulans namun nyawanya tak tertolong, demikian pernyataan resmi Madrid.
Sebanyak 20 orang mengalami luka-luka ketika terjadi bentrokan dengan polisi pada Kamis petang, lanjut pernyataan itu.
PKL ilegal yang sebagian besar merupakan warga migran dari Afrika merupakan pemandangan umum di Madrid dan kota-kota lainnya di Spanyol.
Mereka menjajakan berbagai macam barang dari jam tangan hingga tas, di atas sebuah tikar atau kain yang mudah diringkas ketika ada razia kepolisian, demikian Reuters.
Pewarta: SYSTEM
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018