Bisa muncul kegaduhan, bisa muncul tuduhan nuansa politik untuk KPK. Jadi imbauan ini sebenarnya tujuannya untuk netralisir kegaduhan yang akan menimbulkan pilkada serentak jadi tidak kondusif."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan imbauan penundaan penetapan calon kepala daerah sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan hasil rapat koordinasi.
"Saya undang KPU, Bawaslu, DKPP, Kapolri, Panglima TNI, Menteri Hukum dan HAM, Mendagri untuk membicarakan bagaimana kita menyusun satu perencanaan yang kuat, yang baik, untuk mengamankan pelaksanaan pilkada serentak maupun pemilu legislatif dan eksekutif. Bagaimana sekarang kalau dalam pendaftaran calon sudah ditetapkan, sampai pelaksanaan pencoblosan ada pasangan calon yang kemudian ditangkap karena terlibat tindak pidana korupsi," jelas Wiranto ditemui di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta pada Kamis.
Menko Polhukam mengatakan hal yang dipertimbangkan adalah masalah teknis pengubahan surat suara yang tercetak berisi gambar pasangan calon yang ditahan KPK karena korupsi akan rentan menimbulkan kerisauan teknis.
Selain itu, rapat juga mempertimbangkan kegaduhan politis yang rentan terjadi jika KPK menangkap salah satu pasang calon yang menjadi tersangka korupsi.
"Bisa muncul kegaduhan, bisa muncul tuduhan nuansa politik untuk KPK. Jadi imbauan ini sebenarnya tujuannya untuk netralisir kegaduhan yang akan menimbulkan pilkada serentak jadi tidak kondusif," jelas Wiranto.
Untuk menjelaskan hal tersebut, Menko Polhukam juga berencana mengunjungi KPK.
"Jangan diadu pemerintah dan KPK. Seakan pemerintah intervensi. Tidak ada yang intervensi. Kita sadar bahwa KPK itu independen, kita hormati hak hukum KPK untuk menangkap para koruptor dan kita dukung itu. Tapi kalau ditunda sedikit saja waktunya tidak akan menimbulkan kegaduhan," ujar Wiranto.
Sementara itu KPK menyatakan tidak mempunyai masalah dengan Kemenkopolhukam terkait imbauan penundaan penetapan calon Kepala Daerah dalam Pilkada 2018 sebagai tersangka korupsi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan proses penegakan hukum harus dibedakan dengan hal lain di luar penegakan hukum.
Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018