Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) telah diberi nomor di Sekretariat Negara yaitu menjadi UU dengan Nomor 2 tahun 2018.
"Menjadi UU Nomor 2 tahun 2018 sehingga sudah sah menjadi Undang-Undang, sehingga silahkan kalau ada yang mau mengajukan uji materi," kata Yassona di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Yasonna mengatakan setelah UU MD3 diundangkan maka dirinya mempersilakan publik untuk mengajukan gugatan atas pasal-pasal yang dianggap kontroversial ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menilai sikap Presiden Jokowi yang menolak tanda tangani UU MD3 tidak berdampak secara kekuatan hukum UU tersebut, karena sudah berdasarkan aturan Pasal 73 ayat 2 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa kalau tidak ditandatangani Presiden maka oleh konstitusi disebutkan 30 hari sah menjadi UU. Jangka waktu 30 hari itu tadi malam pukul 00.00 WIB," ujarnya.
Yasonna menjelaskan dinamika pembahasan UU MD3 berjalan alot dan cepat, khususnya mengenai pasal-pasal kontrovesial dalam UU MD3 dan dirinya telah mengingatkan fraksi-fraksi di DPR.
Dia mencontohkan Pasal 245 yang mengatur pemeriksaan anggota dewan harus mendapat pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan mengantongi izin presiden.
"Misalnya kalau tertangkap tangan itu wajib, kalau yang tindak pidana khusus wajib, kalau pidana berat wajib, tidak perlu minta izin ke Presiden tidak perlu. Jadi ada dialog yang sangat dinamis," ujarnya.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI pada Senin (12/2) menyetujui perubahan ke-2 Rancangan Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjadi Undang-Undang, namun diwarnai dengan aksi walk out dari Fraksi Partai NasDem dan Fraksi PPP.
Pasal 73 ayat 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa "Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan."
Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 122 huruf (k) yang menyebutkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diberikan tugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Dalam pasal 245 UU MD3 hasil perubahan kedua dijelaskan, ayat (1) "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD".
Ayat (2) berbunyi, "Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR: (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana; (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana kejahatan terhadal kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018