"Persoalan ini sudah menjadi polemik dan viral di masyarakat, rektor harus mengevaluasi kebijakan yang telah dibuat," kata Pelaksana Tugas Kepala Ombudsman perwakilan Sumbar Adel Wahidi di Padang, Kamis.
Ia berharap jangan sampai muncul kesan perguruan tinggi mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif.
"Ada kesan muncul perguruan tinggi Islam tidak ramah terhadap perbedaan pendapat," ujarnya.
Ia menyarankan pimpinan perguruan tinggi menempuh cara yang persuasif.
"Peraturan yang dibuat mesti mendengarkan pendapat pemangku kepentingan pendidikan," katanya.
Selain itu ia berharap perguruan tinggi sebaiknya tidak menggunakan paksaan dalam menerapkan aturan seperti tidak boleh ikut ujian atau tidak dilayani secara akademis.
Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat menerima pengaduan dari pihak keluarga dosen IAIN Bukittinggi yang dinonaktifkan karena dinilai tidak mematuhi tata cara berpakaian sebagai seorang dosen dengan memakai cadar ke kampus.
Asisten Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat Yunesa Rahman mengatakan pihaknya telah menerima berkas laporan dari keluarga Dr Hayati Syafri, dosen Bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi, yang dinonaktifkan karena bercadar.
Ia mengatakan di IAIN Bukittinggi ada aturan tidak memperbolehkan mahasiswa dan dosen memakai cadar selama berada di kampus.
Dari penjelasan pihak keluarga yang diwakili oleh suami, Hayati Syafri merupakan dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah mengajar sejak 2007 dan baru mengenakan cadar selama tiga bulan terakhir.
Ia mengatakan akan menelusuri apa alasan yang menjadi dasar perguruan tinggi menetapkan model pakaian tertentu termasuk pelarangan cadar bagi wanita.
Baca juga: MUI nilai persoalan cadar dapat pecah persatuan
Baca juga: Menristekdikti akan bertemu Menag bahas larangan cadar
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018