Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah bertekad untuk menaikkan lagi peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business atau EoDB) Indonesia yang saat ini berada di posisi 72 dari 190 negara.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat ditemui usai rapat koordinasi di Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, pemerintah akan fokus memperbaiki pada tiga indikator kemudahan berusaha.
"Yang kita fokuskan adalah satu, starting business atau memulai bisnis. Kedua, registering property, ini banyak kaitannya dengan Kementerian ATR. Ketiga, `trading cross border` eskpor impor, itu kan kaitannya dengan `dwelling time`, pelabuhan, dan sebagainya," ujar Rudiantara di Jakarta, Rabu.
Laporan Kelompok Bank Dunia Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs mencatat, peringkat kemudahan berusaha Indonesia naik dari posisi 91 menjadi posisi 72 dari 190 negara. Indonesia berhasil melakukan perbaikan signifikan pada 7 dari 10 indikator yang disurvei, yaitu kemudahan memulai usaha, penyambungan listrik, perizinan pendirian bangunan, akses kredit, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas dan penegakan isi kontrak.
"Dari sepuluh variabel, ada variabel-variabel yang kita fokuskan agar penurunannya lebih tajam," kata Rudiantara.
Di 2016-2017, Indonesia melakukan tujuh reformasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha, yang merupakan jumlah reformasi tertinggi dalam satu tahun. Di kawasan Asia Timur dan Pasifik, Indonesia cuma kalah dari Brunei Darussalam dan Thailand yang telah melakukan delapan reformasi kemudahan berusaha.
Tujuh reformasi tersebut antara lain biaya memulai usaha dibuat lebih rendah dengan penurunan dari sebelumnya 19,4 persen menjadi 10,9 persen pendapatan per kapita.
Biaya mendapatkan sambungan listrik dibuat lebih murah dengan mengurangi biaya sambungan dan sertifikasi kabel internal. Biaya untuk mendapatkan sambungan listrik kini 276 persen dari pendapatan per kapita, turun dari 357 persen. Di Jakarta, dengan proses permintaan untuk sambungan baru yang lebih singkat, listrik juga didapatkan dengan lebih mudah.
Akses perkreditan juga ditingkatkan dengan dibentuknya biro kredit baru. Selain itu, perdagangan lintas negara difasilitasi dengan memperbaiki sistem penagihan elektronik untuk pajak, bea cukai serta pendapatan bukan pajak. Akibatnya, waktu untuk mendapatkan, menyiapkan, memproses, dan mengirimkan dokumen saat mengimpor turun dari 133 jam menjadi 119 jam.
Pendaftaran properti dibuat lebih murah dengan pengurangan pajak transfer, sehingga mengurangi biaya keseluruhan dari 10,8 persen menjadi 8,3 persen dari nilai properti. Kemudian, hak pemegang saham minoritas diperkuat dengan adanya peningkatan hak, meningkatkan peran mereka dalam keputusan perusahaan besar, dan peningkatan transparansi perusahaan.
Dari sisi pembayaran pajak, pelaporan pajak kini telah berbasis online dan pemerintah juga sudah menurunkan pajak penghasilan (PPh) untuk pembelian rumah murah dari sebelumnya 5 persen menjadi 2,5 persen.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018