Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah perusahaan migas, seperti PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menilai bahwa setoran iuran badan usaha ke Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) terlalu besar. Direktur Jenderal (Dirjen) Migas Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Luluk Sumiarso, di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan, perusahaan tersebut meminta besar iuran yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya. "Kami sedang memikirkan untuk memperkecil besaran iuran tersebut, sehingga sesuai kebutuhan operasional BPH Migas," katanya. Menurut dia, dengan semakin banyaknya perusahaan migas yang menyetor iuran ke BPH Migas membuat dana yang dikumpulkan melebihi kebutuhan operasional badan pengatur tersebut. Padahal, lanjutnya, tujuan awal pemungutan iuran dimaksudkan guna memenuhi kebutuhan operasional BPH Migas. "Kalau hanya buat memenuhi kebutuhan operasional BPH Migas, maka seharusnya iuran bisa lebih kecil," katanya. Sesuai dengan peraturan pemerintah yang ada, Menurut Luluk, iuran badan usaha ke BPH Migas harusnya masuk ke dalam pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Setelah masuk PNBP, maka hanya sebagian dana hasil iuran itu kemudian dialokasikan buat operasional BPH Migas. Sejak 2006, iutan badan usaha yang masuk ke BPH Migas mencapai Rp226 miliar. Tahun ini, badan pengatur tersebut memproyeksikan penerimaan iuran badan usaha meningkat menjadi Rp335 miliar dan 2008 mencapai Rp429 miliar. Besar iuran badan usaha yang diperoleh BPH Migas mencapai 0,3 persen dari setiap harga jual BBM non subsidi. Badan usaha yang kini menyetor iuran BBM non subsidi adalah PT Pertamina (Persero), Shell Indonesia, Petronas, dan PT Aneka Kimia Raya (AKR). BPH Migas juga memperoleh iuran dari badan usaha yang bergerak di sektor hilir gas, seperti PGN, PT Transgasindo, dan Pertamina. Selain iuran badan usaha, BPH Migas juga mendapatkan dana anggaran melalui APBN. Kalau pada 2003-2007, anggaran BPH Migas melalui daftar isian pelaksaan anggaran (DIPA) Departemen Keuangan, maka mulai 2008 akan masuk anggaran Departemen ESDM. Saat awal pendirian BPH Migas tahun 2003, DIPA mencapai Rp13,31 miliar, 2004 Rp100,79 miliar, 2005 Rp254,93 miliar, 2006 Rp82,56 miliar, dan 2007 Rp199,97 miliar. Pada tahun 2008, BPH Migas mengusulkan DIPA Rp386,9 miliar yang terdiri dari belanja kegiatan operasional Rp115,9 miliar serta biaya studi, kajian dan tim Rp271 miliar. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007