Jambi (ANTARA News) - Organisasi lingkungan Perkumpulan Gita Buana menyatakan abrasi di kawasan pesisir Pantai Cemara di Kabupaten Tanjungjabung Timur, Provinsi Jambi, abrasi mencapai 25 meter setahun.
"Abrasi tersebut terutama terjadi di bibir pantai sepanjang 30 kilometer dari Desa Sungai Itik hingga Desa Sungai Cemara. Kawasan pantai itu mengalami abrasi 25 meter per tahun," kata Ketua Perkumpulan Gita Buana, Taufik Hidayat, di Jambi, Selasa.
Letak geografis Pantai Cemara yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS) di Tanjungjabung Timur itu berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan.
Sehingga gelombang air yang kuat akan menerjang ke arah pantai akan menjadi lebih kencang, terutama terjadi pada bulan November hingga Februari setiap tahunnya.
Ancaman abrasi tersebut jika tidak dicegah, maka desa-desa di sekitarnya itu akan hilang dan menjadi bagian dari laut. Seperti desa-desa yang berada di sekitar Desa Cemara yang kini telah ditinggalkan oleh penduduk karena tergerus abrasi.
Taufik mengatakan, guna mengantisipasi terus terjadi abrasi, beberapa pihak telah melakukan berbagai upaya penanggulangan dengan melibatkan masyarakat setempat.
Berdasarkan data statistik pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, panjang garis pantai di wilayah timur Provinsi Jambi mencapai 221 kilometer di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.
Penanggulangan abrasi itu, kata dia, telah dilakukan sejak 2006 lalu. Dan upaya penanggulangan itu terus dilakukan hingga saat ini dengan menggunakan metode yang sesuai kondisi wilayah masing-masing.
Upaya penanggulangan itu dilakukan melalui penanaman mangrove, seperti yang telah dilakukan di beberapa desa di Kecamatan Sadu, yakni Desa Remau Baku Tuo, Desa Air Hitam Laut dan Desa Sungai Cemara.
Sebanyak 30.000 bibit bakau (Rhizophora apiculata), api-api (Avecienna marina) dan pidada (Sonneratia sp) telah ditanam di sepanjang pantai di desa-desa tersebut sejak Juni 2017 dengan tingkat keberhasilan mencapai 70 persen.
Sedangkan untuk jenis bakau lain ditanam sebanyak 15.000 batang pada Juni 2017, kemudian Pidada sebanyak 3.000 batang pada Oktober 2017, dan Api-api sebanyak 9.000 batang pada September 2017.
"Terkait metode-metode penanggulangan yang digunakan, kami melibatkan ahli-ahli restorasi dari perguruan tinggi setempat dan nasional, dan termasuk juga melibatkan pemerintah desa, kelompok konservasi dan masyarakat desa setempat," kata dia.
Pewarta: Dodi Saputra
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018