Jakarta (ANTARA News) - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), serta Pemilihan Presiden secara langsung yang digelar pada era reformasi ternyata ada juga membawa dampak pada keutuhan rumah tangga, karena suami-isteri berbeda pandangan politik. Perbedaan pandangan politik suami-isteri ternyata bisa membawa konsekuensi kepada rumah tangga, yaitu keutuhan rumah tangganya tak langgeng alias bubar karena bercerai, kata Dirjen Bimas Islam, Nasaruddin Umar di Serang, Banten, Sabtu. Berbicara di hadapan puluhan wartawan dalam forum sarasehan wartawan Departemen Agama, Nasaruddin mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan pihaknya selama 2005, angka perceraian di Indonesia cukup tinggi. Yang mengejutkan perceraian akibat pandangan perbedaan politik tercatat 157 kasus. Melihat besaran angka tersebut, ia mengatakan, perlu ada pemahaman bahwa perbedaan pandangan politik harus dihindari karena bangsa Indonesia sudah lama hidup berdampingan dalam perbedaan dan kemajemukan. Ia juga mengaku prihatin bahwa angka perceraian cenderung meningkat. Penyebabnya beragam dan fenomenanya pun berbalik, yaitu jika dalam lima tahun lalu perceraian banyak disebabkan pihak suami menceraikan isteri dengan proses penjatuhan talak. Namun, lanjutnya, justru lima tahun ke depan cenderung lebih banyak isteri menggugat untuk bisa diceraikan suaminya. Bimas Islam punya kewajiban untuk merukunkan dan membentuk keluarga sakinah, mawadah dan warohmah. Untuk itu, perlu ada pemahaman bahwa lembaga perkawinan merupakan unit kecil yang harus dijaga keutuhannya. Caranya, karena yang banyak bercerai pada usia muda, setiap orang yang hendak menikah perlu diberi pencerahan dan pemahaman tentang arti penting sebuah keluarga dalam kehidupan seseorang, kata Dirjen Bimas Islam itu. Tentang penyebab perceraian, ia menyebut ada beberapa sebab, antara lain: 1. tak ada keharmonisan (54.138 kasus), 2. tak tanggung jawab (46.723), 3. ekonomi (24.2551), 4. gangguan pihak keluarga (9.071), 5. perbedaan karakter (4.916), 6.cemburu (4.708), 7. kawin paksa, 8.penganiayaan (916), 9. gara-gara poligami (876), 10. cacat biologis (581), 11. kawin bawah umur (284), 12. perbedaan politik (157), 13. dihukum/penjara (153). Menganai kasus cerai talak dan gugat cerai, berdasarkan penelitian Dirjen Bimas Islam itu tercatat di Jakarta sebanyak 5.193 kasus terdiri 1.463 talak cerai dan 3.106 cerai gugat. Di Surabaya 48.374 kasus, 17.728 cerain talak dan 27.805 cerai gugat. Sedangkan kota besar lain seperti Bandung terjadi 30.900 kasus perceraian, 13.415 di antaranya cerai talak dan 15.139 cerai gugat. Medan 3.244 kasus, 811 cerai talak dan 1.967 cerai gugat. Makassar 4.723 kasus, 1.093 cerai talak dan 3.081 cerai gugat. Semarang 39.083 kasus, 12.694 cerai talak dan 23.653 cerai gugat.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007