Jakarta (ANTARA News) - Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengatakan pihaknya berharap rekomendasi sanksi oleh KY dapat dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai salah satu bentuk upaya pembersihan di lingkungan peradilan.
"KY sebagai pengawas eksternal berharap langkah pembersihan itu dilakukan pula dengan menindaklanjuti rekomendasi sanksi yang diberikan KY," ujar Farid melalui pesan singkatnya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut dikatakan oleh Farid ketika menanggapi tangkap tangan seorang pejabat Pengadilan Negeri Tangerang oleh KPK pada Senin (12/3).
KY menilai bila sebagian besar rekomendasi KY tidak dijalankan oleh MA dan selama peradilan tidak benar-benar mau berubah, maka upaya bersih-bersih peradilan dari oknum tidak berintegritas akan terus mengalami hambatan.
Kendati demikian KY mengakui upaya dan langkah pembinaan yang terus -menerus dilakukan MA agar para hakim senantiasa terjaga integritasnya.
Lebih lanjut Farid memaparkan bahwa sepanjang tahun 2017, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 58 orang hakim yang dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Namun Farid mengatakan tidak semua rekomendasi sanksi ini langsung ditindaklanjuti dengan berbagai alasan.
"Karena itu, kami pastikan tragedi yang sama akan selalu berulang melalui peran lembaga lain," kata Farid.
Berdasarkan data dari sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), isu suap atau gratifikasi pada lembaga peradilan masih mendominasi sejak tahun 2009.
Dari 49 sidang MKH yang telah dilaksanakan, ada 22 laporan karena praktik suap dan gratifikasi, yaitu sekitar 44,9%. Praktik suap dan isu jual beli perkara ini juga selalu menjadi perkara yang disidangkan dalam MKH pada setiap tahunnya.
Selain itu, KY mencatat sejak 2012 terdapat 28 orang di lingkungan peradilan yang terjerat operasi tangkap tangan oleh KPK.
Dari 28 orang itu, 17 orang menjabat sebagai hakim dan sembilan orang menjabat sebagai panitera atau pegawai pengadilan.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018