Dinakhodai kapten perempuan yang bernama Hettie Geenen, Rainbow Warrior akan mulai menjelajahi lautan Indonesia dengan menjadikan Bumi Cendrawasih sebagai pintu masuk utamanya.
"Kunjungan Rainbow Warrior di sini sebagai persinggahan pertama, bukan kebetulan. Kami merencanakannya dengan matang karena concern kami paling utama adalah hutan Papua. Hutan papua sangat krusial untuk mengurangi emisi gas rumah kaca," kata Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak.
Rainbow Warrior merupakan salah satu kapal yang paling ramah lingkungan yang pernah ada di dunia.
Kapal secara primer berlayar menggunakan tenaga angin. Sistem tiang kapal A-Frame setinggi 55 meter bisa membawa jauh lebih banyak layar dibanding tiang kapal konvensional dengan ukuran yang sama. Ini adalah kali pertama desain semacam itu dipasang pada kapal sebesar Rainbow Warrior.
Rainbow Warrior memiliki juga mesin listrik untuk membantu jika cuaca tidak mendukung, tetapi mesin ini juga dibangun dengan konsep ramah lingkungan.
Di dalam kapal bisa menyimpan hingga 59 meter kubik air hitam dan kotor, sehingga bisa memastikan tidak ada limbah yang dibuang di laut. Dilengkapi juga sistem penyaringan biologis khusus untuk membersihkan dan mendaur ulang air kotor.
Dalam perjalanan ini, Rainbow Warrior akan menjadi saksi keindahan alam Papua dengan hutan alaminya, dari Manokwari, lalu Sorong, dan pastinya menyelam lebih dalam di salah satu destinasi wisata terbaik Raja Ampat. ANTARA News akan turut serta dalam pelayaran Rainbow Warrior di lautan Papua ini.
Lepas dari Papua, kapal legendaris ini akan melanjutkan perjalanan ke Bali, pulau Dewata yang kaya budaya dan kental dengan adat istiadatnya, memegang teguh kearifan lokal, yang mempercayai bahwa sumber energi terbaik adalah sumber yang berasal dari alam. Belum lengkap perjalanan Rainbow Warrior jika tidak bersandar di ibukota tercinta Jakarta.
Setelah dari Jakarta, Rainbow Warrior akan mengarungi perairan Jawa dan meninggalkan Indonesia pada 7 Mei nanti.
VIDEO:
Baca juga: Kapal Rainbow Warrior tiba di Manokwari
Baca juga: Hutan Adat, keadilan untuk masyarakat Papua
Pewarta: Monalisa
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018