Jakarta (ANTARA News) - Hubungan antara dokter dan pasien di tanah air masih kerap tidak berimbang padahal seharusnya hubungan antara keduanya adalah setara, kata Tini Suartini Hadad dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). "Seringkali yang terjadi sekarang adalah hubungan (dokter-pasien) yang tidak seimbang karena kekurangpahaman pasien mengenai hal medis sehingga pasien takut dan enggan bertanya. Sementara dokter dengan alasan waktu menjadi tidak bersedia dan kurang sabar untuk bertanya kepada pasien," katanya dalam seminar "Aman, Nyaman, dan Akrab bersama Dokter, Merajut Ulang Kepercayaan Pasien" di Jakarta, Sabtu. Ia memaparkan, hubungan yang akan terjadi kemudian adalah bersifat paternalistik di mana dokter yang berada dalam posisi serba tahu sedangkan pasien hanya mengikuti perkataan dokter. Akibatnya, ujar Tini, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka kedua pihak akan saling menyalahkan. Pasien dapat berkomentar dokter tidak kompeten sedangkan dokter bisa mengatakan pasien tidak terus terang dalam menceritakan penyakitnya. "Harus diingat, dalam hubungan medik dasar dari hubungan dokter-pasien adalah kepercayaan pasien terhadap kemampuan dokter untuk berupaya semaksimal mungkin memberikan pertolongan dalam menyembuhkan penyakit," katanya. Tini menuturkan, komunikasi efektif yang harus dilakukan para dokter adalah mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya. Selain itu, lanjutnya, dokter juga harus memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi, diagnosis, terapi, dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan menggunakan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien atau pihak keluarganya. "Dokter juga harus memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien," kata Tini. Ia mengingatkan, setiap warga masyarakat yang merasa dirugikan dalam hal medis sebaiknya mengadukan kasusnya terlebih dahulu ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sebelum pergi ke pengadilan. Hal itu, ujar Tini, agar MKDKI dapat menentukan apakah yang terjadi adalah hanya pelanggaran disiplin atau etik atau memang terjadi kelalaian atau kesalahan prosedur medik.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007