Jakarta (ANTARA News) - Aktivis Aliansi Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan mendesak pemerintah tidak menghilangkan zonasi tambang pada Rapat Peraturan Daerah (Raperda) Belitung Timur (Beltim).
"Kami sampaikan di sini, potensi timah di laut Beltim masih ada. Jadi wajib dimasukkan dalam Raperda karena sama sekali tidak mengganggu kegiatan nelayan," kata Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Aman Saprin di Jakarta Jumat.
Gabungan LSM itu beraudiensi dengan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya S Poerwadi.
Para pegiat lingkungan itu menyampaikan aspirasi dan saran terkait Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bangka Belitung.
Aman menyayangkan hilangnya sub zonasi pertambangan di perairan Beltim dalam draf Raperda Zonasi.
Aman menjelaskan penambangan laut maksimal berjarak empat mil dari bibir pantai sedangkan nelayan beraktivitas menangkap ikan mencapai 15 mil hingga 60 mil.
Selain menangkap ikan, Sekjen HSNI juga menuturkan sumber utama mata pencaharian masyarakat Beltim berasal dari pertambangan.
"Apabila tambang dihilangkan maka berapa bangak tenaga kerja yang akan kehilangan sumber pendapatannya," ujar Aman.
Saat ini, Aman menyampaikan teknologi alat tambang sudah berkembang pesat dan lebih ramah lingkungan.
Aman menambahkan salah satu faktor hasil tangkapan ikan berkurang lantaran keberadaan kapal asing penangkap ikan ilegal (ilegal fishing), penggunaan bahan bom ikan dan penggunaan alat penangkap ikan yang dilarang pemerintah.
Koordinator Aliansi LSM dan Ormas Beltim, Syamsuriza menilai subzona pertambangan yang hilang pada dokumen draf RZWP3K melanggar peraturan perundang-undangan.
"Dasar penyusunan RZWP3K adalah hasil kesepakatan pemangku kepentingan di Beltim pada 14 Agustus 2017 dan dasar penyusunan RZWP3K adalah RTRW Kabupaten Beltim yg sudah diperdakan jauh sebelumnya," tutur Syamsuriza.
Diketahui subzona pertambangan yang sudah memiliki izin usaha pertambangan (IUP), masih aktif dan berlaku, serta mempunyai status hukum kuat diatur Peraturan Menteri ESDM Nomor 1095 Tahun 2014.
Sementara itu, Dirjen P2L Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya S Poerwadi berjanji akan mengakomodir dan mencari solusi terbaik bagi seluruh pihak.
Brahmantya juga mengimbau masyarakat mendukung kebijakan gubernur yang akan menentukan Perda Zonasi Bangka Belitung.
Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018